Mendadak Ahli Hukum

M. Isa | Senin, 30/09/2019 20:52 WIB
Mendadak Ahli Hukum

RADARBANGSA.COM - Awalnya dari melihat tentu melalui media sosial (Medsos). Sebagai netizen, para penggiat Facebook, Twitter, dan WhatsApp grup membicarakan soal hukum layaknya lawyer atau pengacara. Padahal, barang kali mereka tidak pernah membaca buku tentang hukum bahkan istilahnya pun mungkin saja baru mendengar.

Dalam pandangan penulis, hampir semua kalangan, mulai dari siswa menengah atas sampai perkumpulan alumni. Mereka, baik guru, karyawan, tukang ojek, dosen, maupun yang masih nganggur menyatu dalam wadah jejaring sosial. Tidak ada sekat sama sekali, semua bebas bicara. Bahkan kata-kata menghujat dan sebagian kecil memuji ada di sana. Begitu juga kata celaan sekaligus menghardik. 

Hampir setiap tempat seperti warung kopi, pasar tradisonal, sudut-sudut gedung, pojok terminal, bahkan sampai kantor pemerintahan, kerap bicara soal hukum. Membincang Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Atau lebih kita kenal dengan sebutuan RUU-KUHP. Sebuah aturan pidana warisan Belanda. Belanda merupakan negara yang telah menjajah Indonesia selama 3,5 abad lamanya.

Pemantik kehebohan bermula pasal tentang ayam. Soal binatang ternak yang masuk pekarangan tetangga. Menurut penulis, Negara berniat mengatur soal "etikanya". Selain itu, tentang huhungan suami-istri. Ada `pahala` berupa penjara 12 tahun bagi suami yang dalam tanda kurung memperkosa istrinya. Bagi yang awam struktur hukum, pasti nambah bingung.

Kita mengetahui, minggu-minggu ini, dunia nyata dan maya disibukan dengan persoalan hukum. Melalui berita televisi dan media sosial, mahasiswa dan juga pelajar kerap menyuarakan issue yang sedang hangat. Lebih menarik lagi, beredar meme: "Anak SD mau ikut aksi". Viral video pelajar sekolah dasar disiram water canon. Semua fokus pada satu judul: Kepung DPR- Tolak RUU. Tidak peduli apa yang disoal.

Melihat fenomena dewasa ini, tentu sedikit menyenangkan. Dalam waktu yang bersamaan juga agak sedikit rasa waswas. Senang karena melihat setiap kalangan sudah melek hukum. Hukum bukan lagi melulu domain yudikatif, tetapi Masyarakat sudah mulai sadar bahwa hukum adalah soal hajat hidup orang banyak. Di sisi lain, waswas lantaran khawatir ada perjuangan "hukum" dengan mengesampngikan aturan yang berlaku.

Share ulang meme dari postingan kawan dumay, memasang status prihal kekerasan oleh aparat. Menyebar foto-foto saat aksi terjadi dengan sedikit tambahan kata-kata, membuat orang lain terbawa emosi. Padahal itu, belum tentu benar. Ada banyak video beredar, sesungguhnya tidak berkaitan dengan apa yang sedang terjadi.

Tidak sedikit, kalangan yang berusaha menjelaskan soal isi revisi UU-KUHP dan UU-KPK memberikan klarifikasi, bahwa apa yang dipahami netizen tidak tepat, meluruskan fakta soal beredarnya hoax, menerangkan mengenai duduk perkara yang sebenarnya agar tidak semakin liar.

Pro-kontra soal kejadian hari ini, membuat semakin bingung. Teman facebook dan WAG yang dari beragam kalangan, terkesan mendadak paham betul tentang hukum. Mereka seakan telah menguasai kaidah-kaidah yurisprudensi. Menghujat A menyoal B bahkan menyalahkan Y mengharsik Z.

Padahal, sejatinya bermedia sosial untuk menambah pertemanan dan merajut silaturahmi yang putus. Agar para jomblo juga punya kesempatan untuk mencari sang jodoh. Yang dulu pernah bercinta saat SMA, bisa CLBK termasuk mencari informasi tentang apa saja.

Semoga, baik insan akademis, maupun para sarjana hukum mampu menjelaskan persoalan ini dengan argumen dan dalih-dalih yang dapat diterima. Menjelaskan bahwa tidak ada penegakan hukum dengan cara melanggar hukum. Terlebih mengorbankan kemanusiaan.

Peulis berharap postingan sahabat-sahabat, baik facebook maupun media sosial lainnya bersumber dari ilmu pengetahuan. Bukan semata dilandasi emosi karena terprovokasi apalagi hanya sekadar ikut-ikutan.

Sebagai anak bangsa, kita harus peduli setiap persoalan terlebih mengenai hukum. Sebagai pranata dan tata atur dalam bernegara. Itu semua adalah penting. Menjadi bagian dari perubahan yang lebih baik. Turut serta dalan setiap pengambilan kebijakan.

Tapi perlu dipahami bersama, ada yang jauh lebih penting. Berbicara sesuai keahlian, bergerak sesuai aturan. Dan the last, bertindak berdasar kaidah-kaidah normarif yang berlaku. Kita tidak boleh mendahulukan emosi. Di alam demokrasi, kita boleh bicara apa saja, asal masih dalam koridor yang legal. Terima Kasih.

Penulis: Ustur Ubadi, Politisi Muda PKB Banten

 
TAG : Medsos , RKUHP

Berita Terkait :