Tolak Cukai Naik, Koalisi Tembakau Minta Pemerintah Utamakan Kesejahteraan Petani

Rahmad Novandri | Senin, 28/10/2019 23:35 WIB
Tolak Cukai Naik, Koalisi Tembakau Minta Pemerintah Utamakan Kesejahteraan Petani Fraksi PKB DPR RI menerima audiensi Koalisi Tembakau di ruang rapat FPKB, Nusantara 1, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (28/10). (Foto: twitter @FraksiPKB)

JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 152/2019 tentang Cukai dinilai mengancam Industri tembakau. Padahal industri tembakau merupakan industri padat karya dalam negeri yang menyerap jutaan tenaga kerja.

Koordinator Koalisi Tembakau, Dita Indah Sari menyampaikan bahwa ada sekitar 1,6 juta petani cengkeh, 2,3 juta petani tembakau, 350.000 orang buruh pengolahan serta 2,9 juta pedagang eceran.

"Indonesia pun merupakan produsen cengkeh terbesar dunia, yang memasok 79,8 persen kebutuhan pasar global," kata Kordinator Koalisi Tembakau, Dita Indah Sari dalam audiensi bersama Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR RI di Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 28 Oktober 2019.

Baca Juga: FPKB: Target Indonesia jadi Lumbung Pangan 2025 Harus Tercapai

Diterangkannya, PMK tersebut menaikkan cukai rokok secara bervariasi. Untuk rokok putih mesin naik 29,95 persen, untuk rokok kretek mesin 23,29 persen dan rokok kretek tangan 12 persen. Dengan kenaikan sebesar ini maka HJE rokok diperkirakan akan melambung ke Rp 2000-7000 per bungkusnya. Contoh : harga rokok yang sekarang 23.000/bks akan menjadi 30.000/bks. Yang 18.000 akan menjadi 23.000/bks.

Menurutnya, PMK ini membuat petani tembakau dan cengkeh akan jadi korban. Serapan terhadap hasil cengkeh tembakau petani akan turun, karena pabrik akan mengurangi produksi akibat harga jual naik. Selain menurun dalam volume, harga jual dari petani juga akan merosot akibat pasokan yang berlimpah.

"Sebagai contoh, saat cukai tidak naik tahun 2019 saja serapan menurun sekitar 15 persen akibat penjualan menurun, khususnya untuk rokok kretek tangan," kata Dita.

Dia menambahkan, pekerja akan jadi korban. Pabrik yang menekan produksi akan melakukan efisiensi, salah satunya dengan PHK. Dita menyebut, menurut Asosiasi Masyarakat Tembakau, setiap kenaikan 5 persen cukai diperkirakan ada 7000 buruh/pekerja yang akan ter-PHK. Dan yang paling duluan tumbang adalah pekerja rokok linting kretek, yang mayoritas adalah perempuan, low skill dan usia menengah-tua.

"Pedagang eceran juga akan jadi korban. Pendapatan mereka akan menurun karena jualan rokoknya berkurang," ujarnya.

Dia menilai, tidak tepat argumentasi pemerintah yang berniat membatasi impor tembakau supaya hasil petani bisa terbeli. Tembakau impor itu penggunaannya sudah spesifik, umumnya untuk rokok yang diekspor dengan cita rasa tertentu. Jadi impor untuk diekspor lagi. Atau untuk jenis yang memang tidak tumbuh di Indonesia.

Karena itu, lanjut Dita, Koalisi Tembakau yang beranggotakan petani dan pekerja tembakau meminta pemerintah menurunkan tarif cukai dan HJE yang sudah ditetapkan Pemerintah melalui PMK 152/2019 ke angka rata-rata 15 persen. Pemerintah juga perlu melibatkan petani dalam hal pengambilan keputusan kenaikan rokok, agar nilainya tidak sepihak ditentukan.

"Perlu memaksimalkan pemanfaatan DBHC-HT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) khusus untuk kesejahteraan petani tembakau," ujarnya.

Dia juga mendesak pemerintah untuk memperbaiki Tata Niaga Tembakau dengan menetapkan harga penjualan terendah. Tujuannya agar harga jual dan keuntungan petani tidak tertekan oleh para tengkulak dan perantara.

Dia juga menegaskan, upaya pemerintah untuk mengurangi jumlah perokok jangan dilakukan dengan membunuh industri tembakaunya. Pemerintah boleh berkampanye seluas-luasnya tentang bahaya merokok. Begitu juga dengan membuat larangan-larangan merokok di mana-mana.

"Tapi industri tembakau adalah dapur bagi jutaan rumah tangga. Kalau ini dimatikan, memangnya sudah ada alternatif lapangan kerja yang tersedia?," tandasnya.

Baca Juga: Fraksi PKB DPR RI Tunjuk 9 Legislator Terbaik Isi Jabatan AKD

Terakhir, Dita menegaskan bahwa Presiden Jokowi mendorong agar investasi masuk sebanyak-banyaknya. Namun, investasi tembakau dalam negeri yang sudah ada malah dibuat susah dengan berbagai macam kebijakan.

"Ini preseden buruk bagi iklim investasi yang ingin dibangun Presiden," pungkas Dita.

Diketahui, kedatangan Koalisi Tembakau ini diterima langsung oleh Sekretaris Fraksi PKB Fathan Subchi, serta anggota DPR RI FPKB Nur Nadlifah dan Daniel Johan.


Berita Terkait :