Ketua RMI PBNU Paparkan Tantangan Pesantren dalam Bernegara

Ainur Rasyid | Selasa, 22/10/2019 20:04 WIB
Ketua RMI PBNU Paparkan Tantangan Pesantren dalam Bernegara KH Abdul Ghafar Rozin atau Gus Rozin (Ketua RMI NU). (Foto: NU Online)

JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar acara puncak peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2019 di Gedung Kesenian Jakarta, Jl. Gedung Kesenian No. 1 Pasar Baru Jakarta Pusat, Selasa, 22 Oktober 2019.

Acara ini merupakan rangkaian kegiatan yang sudah diselenggarakan sejak kemaren di kampus UNUSIA di Parung, Bogor.

Hari Santri Nasional diperingati pada tanggal 22 Oktober tepatnya pada hari ini. Pada tanggal tersebut berbagai kegiatan mengenai Hari Santri Nasional digelar.

22 Oktober 2019 merupakan Hari Santri Nasional yang ke-4 sejak ditetapkan pada 2019. Presiden Joko Widodo menetapkan Hari Santri Nasional berdasarkan Keppres Nomor 22 tahun 2015.

Dalam konferensi pers PBNU di Gedung Kesenian Jakarta, Ketua RMI PBNU, KH. Abdul Ghofarrozin menjelaskan bagaimana pesantren dan tantangannya ke depan.

Pesantren tidak bisa dipungkiri pernah berjuang dan merebut kemerdekaan Indonesia. "NU adalah pesantren besar. dan Pesantren adalah NU kecil. Sejarah NU dan Pesantren adalah sejarah perjuangan merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan." kata Gus Rozin sapaan akrabnya.

Selain itu, Gus Rozin menjelaskan bahwa Indonesia memiliki lebih dari 29 ribu pesantren, lebih dari 5 juta santri, dan lebih dari 90 juga komunitas santri. Bukan hanya jumlah yang banyak, Pesantren juga memiliki komitmen dan doktrin keberagaan yang menekankan nasionalisme, toleransi dan perdamaian.

"Besar kuantitas dan kualitas pesantren memberi makna bahwa pesantren bukan hanya menjadi obyek. Namun, pesantren juga sepantasnya menjadi subyek aktif bagi pencapaian cita-cita kemerdekaan seperti tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan beberapa kebijakan seperti capain SDGs," ungkapnya.

Gus Rozin juga menyadari bahwa tantangan Pesantren ke depan tidak mudah, harus berhadapan dengan Revolusi Industri 4.0 dan menguatkan paham dan sikap intoleran bahkan radikal.

"Sebagai bagian dari komitmen pengabdian kepada bangsa dan negara, pesantren akan menguatkan kompetensi dan secara aktif melawan radikalisme. Peantren tetap menjadi bagian dari negara-bangsa mencapai zaman emas 2045," pungkasnya.


Berita Terkait :