Mengapa Berpolitik Harus Melalui PKB?

Redaksi | Kamis, 05/12/2024 12:05 WIB
Mengapa Berpolitik Harus Melalui PKB? Lepi Ali Firmansyah (foto istimewa)

Oleh: Lepi Ali Firmansyah*

RADARBANGSA.COM - Jika menilik hasil Pilpres dan Pileg 2024, serta konstelansi pemerintahan Presiden Prabowo saat ini, nyata sudah jika Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) merupakan salah satu aktor politik utama di Indonesia yang menggabungkan nilai-nilai keislaman, modernitas, dengan ideologi kebangsaan. 

Didirikan tahun 1998 sebagai bagian transisi demokrasi pasca-Orde Baru, PKB berakar tradisi Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar Indonesia. Dengan ideologi inklusif dan moderat, PKB tidak hanya berfungsi sebagai representasi politik NU, tetapi juga sebagai penjaga nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Merujuk Edward Shils (1975), keberhasilan suatu sistem politik modern tergantung kemampuannya mengintegrasikan tradisi lokal ke dalam kerangka modernitas. Dalam konteks Indonesia, PKB memegang peran unik sebagai jembatan antara tradisi Islam pesantren dan dinamika politik modern. 

Melalui tradisi Aswaja (Ahlussunnah wal Jamaah), PKB menjunjung tinggi nilai-nilai moderasi, toleransi, dan keberagaman. Dalam sentuhan Ketum Muhaimin Iskandar, hal ini diperkaya dengan memadukan spirit Aswaja ini ke dalam opsi pertai terbuka. Yang semula terkonsentrasi terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah, maka opsi tersebut meluas ke seluruh Indonesia dan tak hanya untuk warga NU.  

Sulit dibantah, memang, jika tradisi Aswaja memungkinkan PKB menjadi platform politik yang tidak hanya mewakili kepentingan umat Islam, tetapi juga menjangkau kelompok-kelompok lintas agama dan etnis. Hal ini terbukti melalui kontribusi PKB dalam pengesahan Undang-Undang Pesantren (UU No. 18/2019) yang mengakui pesantren sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional. Kebijakan ini tidak hanya memperkuat identitas Islam tradisional tetapi juga mendukung keberagaman budaya dalam sistem pendidikan.

PKB juga mencetak banyak pencapaian tahun ini karena sejalan dengan teori keadilan distributif (John Rawls, 1971). Rawls berpendapat bahwa keadilan harus memastikan distribusi sumber daya yang adil, terutama bagi kelompok-kelompok yang paling rentan. Dalam hal ini, kebijakan PKB seperti menjadi inisiator utama pengesahan Undang-Undang Desa (UU No. 6/2014) adalah contoh konkret penerapan prinsip keadilan distributif.

Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada desa-desa untuk mengelola anggaran dan pembangunan secara mandiri. Dalam jangka panjang, kebijakan ini membantu mengurangi kesenjangan antara daerah perkotaan dan pedesaan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, dan memperkuat partisipasi lokal dalam pembangunan nasional.

Kebijakan lain seperti BPJS Kesehatan (UU No. 40/2004), yang juga didorong oleh PKB, adalah bentuk nyata dari upaya partai ini untuk memastikan akses yang setara terhadap layanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini semua pun bisa dipandang bahwa di PKB sudah tak melulu menjadi partai ideologis pencetak kader berbasis Aswaja. Namun lebih dari itu, juga mampu mencetak kader profesional yang disiplin dalam membangun program pemberi solusi masalah rakyat Indonesia. 

Sementara itu, dalam konteks global, tantangan utama bagi partai-partai berbasis agama adalah menjaga keseimbangan antara nilai-nilai religius dan tuntutan modernitas. Menurut Bassam Tibi (2005), moderasi Islam atau civic Islam adalah pendekatan yang menekankan nilai-nilai demokrasi, toleransi, dan pluralisme dalam politik. PKB adalah contoh nyata dari penerapan moderasi Islam di Indonesia. PKB secara konsisten menolak formalisasi syariat Islam dalam sistem pemerintahan, seperti yang terlihat dalam sikapnya terhadap Piagam Jakarta. Sebagai gantinya, PKB mengedepankan nilai-nilai Pancasila sebagai platform bersama (common platform) yang dapat menyatukan seluruh elemen bangsa. Sikap ini membedakan PKB dari partai-partai Islam lainnya yang cenderung eksklusif.

Jangan lupakan pula salah satu kekuatan utama PKB adalah kemampuannya untuk merepresentasikan kelompok marginal (mustadz’afin). Berdasarkan data, hampir separuh penduduk Indonesia memiliki keterikatan dengan NU, dan mayoritas dari mereka berasal dari kelompok ekonomi lemah. PKB tidak hanya menjadi suara bagi kelompok ini, tetapi juga memperjuangkan kebijakan yang langsung menyentuh kebutuhan mereka.

Sebagai contoh, PKB berhasil mendorong kenaikan gaji guru dan PNS hingga 270% selama periode awal reformasi. Selain itu, melalui pengesahan Hari Santri Nasional pada tahun 2015, PKB mengakui kontribusi besar kaum santri dalam sejarah bangsa, sekaligus memperkuat identitas Islam yang inklusif.

Tantangan Mendatang

Meskipun memiliki rekam jejak yang kuat, PKB menghadapi tantangan besar di era digital. Generasi muda Indonesia, yang semakin terpapar pada informasi global, membutuhkan pendekatan yang lebih inovatif. Penelitian dari Center for Strategic and International Studies (2021) menunjukkan bahwa partisipasi politik generasi muda cenderung lebih rendah karena ketidakpercayaan terhadap politik tradisional.

Untuk menjawab tantangan ini, Gus Imin mengambil langkah strategis dengan merekrut generasi muda yang berprestasi untuk berperan penting dalam mengelola Partai. Tujuh anak muda hebat diberikan kepercayaan sebagai Pengurus Harian DPP PKB, yaitu:  Ais Shafira Asfar Sebagai Ketua Harian, di dampingi enam orang wakil Ketua harian, yakni; Najmi Mumtaza, Riezal Ilham, Gielbran Mumahammad Noor, Nadya Alfi, Muhammad Aji Pratama, dan Lukman Maulana.

Upaya lain dalam mengakomodasi selera anak muda ialah intensif memanfaatkan teknologi digital untuk membangun koneksi yang lebih kuat dengan pemilih muda. Platformmedia sosial dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan politik secara kreatif, sementara program pendidikan politik berbasis digital dapat membantu meningkatkan partisipasi generasi muda.

Tantangan berikutnya adalah rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap institusi partai dan Lembaga legislatif (DPR/D) seperti yang dirilis survei indikator 27/7/2023.Kondisi ini direspon PKB dengan melatih dan mendidik para legislator hasil pileg 2024 dengan berbagai Pendidikan internal partai. Seperti Sekolah PUMR di Jawa Barat dan Sekolah Pemimpin Perubahan untuk Kaderisasi yang bersifat nasional. Melalui kaderisasi kepemimpinan ini, PKB mendorong semua politisi PKB memiliki komitmen dan integritas yang kuat terhadap kepentingan rakyat sekaligus kemampuan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa.

Di masa mendatang, PKB berkomitmen untuk terus mengawal efektivitas program-program yang  di inisisiasi PKB. Semisal distribusi anggaran desa yang masih rentan terhadap korupsi, dan implementasi UU Pesantren yang belum optimalsepenuhnya. Hal ini juga membuka peluang bagi PKB untuk memperkuat akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan kebijakan. Dengan memperkuat mekanisme pengawasan dan melibatkan masyarakat secara aktif, PKB dapat memperbaiki kelemahan ini dan memperkuat kepercayaannya di mata publik.

Akhirul kalam, PKB sedang dan terus menjadi salah satu pilar penting dalam sistem politik Indonesia yang pluralis dan demokratis. Dengan mengedepankan nilai-nilai moderasi, inklusivitas, dan keadilan sosial, PKB tidak hanya menjadi representasi politik NU tetapi juga penjaga nilai-nilai Pancasila. Dalam menghadapi tantangan masa depan, PKB memiliki potensi besar untuk terus berinovasi dan memperkuat perannya sebagai pelopor politik yang inklusif dan berkeadilan.

Peran PKB dapat diringkas melalui kata-kata Clifford Geertz (1960) tentang integrasi sosial: "Keberhasilan politik tergantung pada kemampuan aktor-aktornya untuk menjembatani perbedaan ideologis dan memperkuat kohesi nasional." PKB adalah salah satu aktor tersebut, dan jangan ragu untuk bersama kami menjadi bagian integrator nasional.

*Penulis adalah Ketua DPC PKB Cianjur