
RADARBANGSA.COM - Kasus kaburnya tahanan di lembaga pemasyarakat (Lapas) kembali terjadi. Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB), Elpisina menilai berulangnya kasus tahanan kabur salah satu akibat dari kelebihan kapasitas Lapas.
Kasus kaburnya penghuni Lapas terbaru terjadi di Kutacane, Aceh Tenggara. Sebanyak 49 tahanan dan narapidana berhasil melarikan diri dari penatnya jeruji besi. Hingga kini, sebanyak 35 orang masih kabur dan sisanya sebanyak 14 orang berhasil ditangkap. Sebelumnya pada Selasa (12/11/2024), sebanyak tujuh tahanan kabur dari Rutan Salemba, Jakarta dengan menjebol terali kamar mandi lalu masuk ke gorong-gorong yang tembus ke luar rutan. Kemudian pada Jumat (22/3/2024) seorang narapidana kasus pemerasan dan pencurian kabur dari Lapas Nusakambangan.
“Permasalahan kelebihan kapasitas penghuni lapas ini sudah jadi rahasia umum yang berlarut-larut. Tapi hingga kini pemerintah masih belum mampu mengurai benang kusut dari permasalahan klasik yang terjadi di Lapas yang ada di Indonesia. Penambahan jumlah narapidana tidak sebanding dengan penambahan jumlah lapas di Indonesia,” ungkap Elpisina, Jumat (14/3/2025).
Dia mengatakan, narapidana dan tahanan yang kabur di Lapas Kutacane sebagian besar terkait narkotika. Padahal harusnya perlu diklasifikasi dalam kasus narkotika apakah mereka bandar, penggedar, atau pengguna. “Ini artinya mayoritas yang terkait narkotika langsung dimasukkan ke Lapas. Padahal rehabilitasi kepada pengguna narkotika dapat menjadi salah satu pilihan penanganan kasus narkotika,” imbuhnya.
Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) Publik Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) mencatat bahwa kapasitas Lapas Kelas II Kutacane melebihi kapasitas. Lapas itu menampung 362 orang padahal daya tampungnya hanya 100 orang. Kelebihan kapasitas di Lapas, tidak dibarengi dengan jumlah penjaga Lapas yang sangat minim menyebabkan pengawasan di Lapas pun lemah.
“Bagaimana mungkin beberapa penjaga yang jumlahnya kurang dari 10 harus mampu menjaga ratusan narapidana atau tahanan sekaligus. Penambahan jumlah narapidana juga tidak sebanding dengan penambahan petugas Lapas. Jadi ini juga tidak ideal,” kata Legislator dari Dapil Jambi tersebut.
Elphisina mengatakan kelebihan kapasitas di Lapas, salah satunya dipicu dari cara pandang jika penjara merupakan solusi utama dalam penanganan perkara pidana. Hampir semua perkara pidana menjadikan penjara sebagai tempat bagi para tahanan dan narapidana. Seharusnya, tambahnya, pemerintah harus mengupayakan alternatif pemidanaan seperti denda, maupun kerja sosial.
“Pemerintah perlu merumuskan secara detail berbagai permasalahan yang terjadi serta mencari solusi yang tepat dan jangka panjang untuk mengatasi permasalahan kelebihan kapasitas yang terjadi di hampir semua Lapas di Indonesia,” tukasnya.