Civitas Akademik Universitas Andalas Kritisi Pemerintah dalam Aksi Manifesto

Rahmad Novandri | Jum'at, 02/02/2024 20:25 WIB
Civitas Akademik Universitas Andalas Kritisi Pemerintah dalam Aksi Manifesto Civitas Akademika Universitas Andalas (Unand) Aksi Manifesto Penyelamatan Bangsa di Convention Hall, Unand, Jumat (2/2). (Foto: tribunnews)

RADARBANGSA.COM - Civitas Akademik Universitas Andalas (Unand) menyampaikan kegelisahan mereka terhadap pemerintah dalam aksi Manifesto untuk Penyelamatan Bangsa di depan gedung convention hall Unand. Dalam aksi tersebut mengkritisi pemerintah yang tidak lagi ada rasa malu memberikan dukungannya kepada salah satu capres dan cawapres.

Hary Efendi Iskandar, mengatakan aksi ini wujud keprihatinan civitas akademik seluruh Indonesia, khusus di Unand. Turunnya kampus-kampus di berbagai pelosok negeri ini sebagai bukti pemikiran yang sama terhadap tingkah laku pemerintah.

"Ini pertanda kita punya sinyal yang sama, punya sinyal batin sama bahwa negara kita tidak dalam keadaan baik-baik saja, sehingga itu kami dan para guru besar dan para pendidik ini membuat kami turun ke jalan memberi himbauan menyampaikan sikap keprihatinan bahwa apa yang kami sampaikan itu didengar oleh pemangku kekuasaan di negeri ini," terangnya usai aksi, Jumat, 2 Februari 2024.

Menurut Hary, Dosen Fakultas Ilmu Budaya, saat ini perilaku pemerintah sudah tidak ada rasa malu menyatakan keberpihakan terhadap salah satu capres dan menurutnya ini menjadi ancaman dalam pasca Pemilu nanti.

"Sekarang ini perilaku pemerintah itu kan semakin hari tidak malu-malu menyatakan keberpihakan menyatakan dukungan yang sudah sudah terang-terangan. Sehingga kemudian menjelang dua minggu pemilihan, semakin kasat mata kita lihat praktik ketidaknetralan pemerintah," ungkapnya.

Dengan kondisi ini kata Hary, adanya dukungan serta desain moral mengingatkan mulai dari pemerintah pusat sampai ke daerah untuk menyelenggarakan pemilu ini berjalan adil.

Kalau pemilu itu tidak kredibel di awalnya tentu nanti berbahaya dalam konteks penerimaan legitimasi di kalangan kontestan ini menjadi bahaya. "Ibaratnya pemain bola, jika permainan itu tidak benar sehingga orang yang dikatakan kalah tidak menerima dengan baik tapi proses dengan baik orang akan legowo walaupun dia kalah dan dikalahkan dengan cara yang baik," tukasnya.


Berita Terkait :