Jazilul Fawaid: MPR Sepakat Tunda Pembahasan RUU HIP

Rahmad Novandri | Jum'at, 19/06/2020 15:46 WIB
Jazilul Fawaid: MPR Sepakat Tunda Pembahasan RUU HIP Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKB Jazilul Fawaid (paling depan) usai dilantik bersama pimpinan MPR lainnya mendapatkan ucapan selamat dari seluruh anggota MPR RI yang hadir dalam rapat paripurna MPR RI, Kamis (3/10). (Foto: rifki/radarbangsacom)

JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengatakan bahwa MPR telah sepakat dengan keputusan pemerintah untuk menunda atau menghentikan sementara pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Hal tersebut disampaikan Jazilul saat mengisi acara Diskusi Virtual Bedah RUU Haluan Ideologi Pancasila yang digelar PP IPNU, Kamis, 18 Juni 2020.

”Tadi siang, kita para pimpinan MPR telah menyetujui langkah pemerintah untuk menunda atau memberhentikan sementara pembahasan RUU ini,” kata Jazilul.

Ia mengungkapkan, RUU HIP merupakan hal yang sensitif, sehingga diperlukan kehati-hatian dan ketelitian dalam proses pembahasan maupun isinya. Apalagi di tengah kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang, hal ini bisa berbahaya.

”Ini kalau sosialisasinya salah maka ini seperti membuka kotak pandora. Kalau dalam bahasanya PBNU, ini mengurai ikatan yang sudah kuat, karena negara ini disebut darul mitsaq, negara kesepakatan,” katanya.

Pancasila merupakan kalimatun sawa’ yang menyatukan keragaman etnis, ras, budaya dan agama. Disebut juga mitsaqon gholidzo, perjanjian yang agung. Itu yang disebut dengan nilai-nilai dasar, karena itu tidak bisa diturunkan lagi menjadi undang-undang.

Menurut Legislator Fraksi Parta Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, ide penguatan Pancasila tetap menjadi sesuatu yang penting, tetapi apakah dalam bentuk undang-undang atau melalui lembaga MPR dengan mengamandemen UUD dan memasukkan sesuatu yang sifatnya teknis. “Sebab apa, ketika presiden dilantik, Pimpinan MPR dilantik, itu tidak ada kata-kata setia pada Pancasila. Memang tidak ada di semua sumpah jabatan. Justru kalau di IPNU, PBNU, saat pelantikan itu ada setia karena Pancasila,” tegasnya.

Karena itu, lanjut Jazil, perlu dilakukan kajian bagaimana membuat rumusan yang tepat dalam penguatan Pancasila. Sebab, bukan perkara yang mudah merumuskan masalah ini. Apalagi, dalam draf yang ada saat ini, berbagai kalangan menolaknya.

“Semua ormas Islam itu menolak. Bahkan purnawirawan TNI menolak karena tahu sisi kesejarahan sehingga terhenti,” ucapnya.

Bahkan, saat ini berkembang di tengah masyarakat, berbagai pertentangan antara lain muncul isu komunis mau bangkit lagi atau mau menjadi sekuler. Dia sangat setuju adanya BPIP, tapi jika harus dipayungi hukum, maka harus hati-hati ketika pembahasan, agar tidak terjadi kesalahpahaman. Karena jika terjadi kesalahpahaman, itu sama dengan mengurai sesuatu yang sudah rapi, kemudian berantakan. Takutnya tidak sama, padahal ini adalah prinsip dasar.

MPR, jelas Jazilul, juga memiliki tugas yang salah satunya penguatan pilar-pilar kebangsaan. Sebelum lahirnya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), ada Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP), badan yang dibentuk Presiden. Bersama MPR, UK-PIP ditingkatkan statusnya lewat perpres sehingga lahir BPIP.

“Dari situ sebagian teman DPR menganggap perlu agar BPIP ini tidak hanya cantolannya kepres, tetapi UU agar posisinya kuat. Kalau hanya lewat kepres, nanti ganti presiden kepres dicabut hilang,” tuturnya.


Berita Terkait :