Soal Transportasi di Ibu Kota Baru, Jangan Terulang Seperti Jakarta

Rahmad Novandri | Jum'at, 11/10/2019 23:16 WIB
Soal Transportasi di Ibu Kota Baru, Jangan Terulang Seperti Jakarta Pembangunan jalan tol Balikpapan-Samarinda. (Foto: beritagarid)

JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Pemindahan ibu kota negara yang baru di Kalimantan turut mendapat perhatian dari sejumlah kalangan. Sarana transportasi diharapkan bisa lebih baik dari kondisi Jakarta saat ini, seperti yang disampaikan Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno.

Ia mengatakan belajar dari pengalaman Jakarta, peran dan fungsi kota penyangga harus dilibatkan agar terciptanya moda transportasi yang berintegrasi.

"Jangan terulang pembangunan Jakarta sebagai ibu kota negara, kurang melibatkan wilayah pendukungnya, seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi," kata Djoko melalui keterangan resmi, Jumat, 11 Oktober 2019.

Baca Juga: Menhub Budi Karya Akan Paparkan Kajian Transportasi di Ibukota Baru

Menurutnya, saat ini telah terjadi ketimpangan transportasi yang terjadi di ibu kota dan wilayah penyanggah. "Pembangunan fasilitas transportasi di Jakarta meningkat pesat, sementara kondisi transportasi di daerah pendukungnya tidak jauh berbeda dengan kota yang jauh dari Jakarta. Terkesan kurang diperhatikan, dampaknya muncul ketimpangan dalam banyak hal," paparnya.

Kota Balikpapan, Kota Samarinda, Kab. Paser Penajam Utara, dan Kab.Kutai Timur merupakan wilayah yang aktivitasnya nanti akan bersinggungan langsung dengan wilayah calon ibukota baru itu.

"Terkait hal tersebut, perlu menyatukan visi, bahwa daerah penyangga juga harus ditata dan dikembangkan yang selaras dengan bentuk atau model pengembangan ibukota baru NKRI, baik prasarana maupun sarananya," kata Djoko.

"Cara pandang membangun transportasi di ibukota negara NKRI seyogyanya diperuntukkan kebutuhan mobilitas manusia bukan demi kepentingan kendaraan pribadi. Transportasi umum menjadi tulang punggung atau backbone sistem transportasi di ibukota baru NKRI," ungkapnya.

Yang menjadi perhatian, utamanya konsep transportasi di ibu kota negara yang baru lebih mengedepankan hal-hal yang sifatnya mendorong orang beralih ke angkutan umum. Salah satunya sarana penunjang pedestrian.

"Transportasi umum dengan pilihan moda bus maupun kereta harus terintegrasi dengan fasilitas kendaraan tidak bermotor, yakni pejalan kaki dan pesepeda. Kepentingan disabilitas, anak-anak, wanita hamil dan lanjut usia diakomodasi," urai Djoko.

"Pembangunan transportasi umum dengan pilihan teknologinya dapat dilakukan bertahap disesuaikan perkembangan dan kebutuhan," ungkapnya.

Baca Juga: Kemenhub-BNPT Kerjasama Pemberantasan Terorisme di Sektor Transportasi

Sejatinya lanjut Djoko, pemindahan ibu kota negara yang baru ke Kalimantan juga bisa berdampak baik terhadap pembangunan di sekitar pulau tersebut. Kali ini ia menyoroti daerah yang cukup jauh dari calon ibu kota baru.

"Perhatian khusus harus diberikan pada Kab. Mahakam Ulu agar sejajar dengan daerah lainnya. Faktor aksesibilitas yang masih terbatas menyebabkan daerah ini kurang berkembang perekonomiannya. Kendati dilewati jalan paralel perbatasan Kalimantan, belum dapat meningkatkan mobilitas warga," ungkap Djoko.

Di wilayah tersebut, kata Djoko, konektivitas dan integrasi antara prasarana dan simpul transportasi, seperti jalan nasional, jalan paralel perbatasan, bandara udara, pelabuhan sungai belum terwujud.

"Apalagi sarana transportasi yang dibutuhkan untuk menghubungkan simpul transportasi masih jauh dari harapan. Kementerian Perhubungan dan Kementerian PUPR dalam menyusun rancangan dan pembahasan-pembahasannya, seyogyanya melibatkan penuh pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota)," pungkas Djoko.


Berita Terkait :