
RADARBANGSA.COM - Gelaran Jazz Gunung Bromo 2025 hadir dengan format berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Jika biasanya hanya digelar satu kali di akhir pekan, tahun ini festival musik di lereng Gunung Bromo itu dibagi menjadi dua seri dalam dua pekan berturut-turut.
Seri pertama berlangsung pada Sabtu, 19 Juli 2025, dan akan disusul seri kedua pada Sabtu, 26 Juli 2025 mendatang.
Lokasi keduanya tetap di Amfiteater Jiwa Jawa Resort, Desa Wonotoro, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.
CEO Jazz Gunung Indonesia, Bagas Indyatmono, menjelaskan bahwa format dua seri ini merupakan langkah strategis guna menambah daya tampung penonton serta menarik lebih banyak sponsor.
“Amfiteater Jiwa Jawa kapasitasnya terbatas dan tidak bisa diperluas. Jadi, solusinya kami tambah hari penyelenggaraan agar eksposurnya juga meningkat,” kata Bagas, dikutip Senin (21/7/2025).
Dengan penambahan hari penyelenggaraan, panitia menargetkan jumlah penonton bisa meningkat hingga 25 ribu orang.
Target ini dinilai realistis, mengingat antusiasme terhadap Jazz Gunung terus meningkat setiap tahunnya.
Jazz Gunung Bromo sendiri memiliki segmentasi penonton yang berbeda dibanding festival serupa di lokasi lain.
Bila Jazz Gunung Slamet cenderung digemari kalangan mahasiswa, Jazz Gunung Bromo lebih menyasar kelompok usia 30–50 tahun.
“Setiap lokasi punya target audiens sendiri. Di Bromo ini pasarnya orang dewasa, sudah berkeluarga. Jadi musik yang kami hadirkan juga menyesuaikan,” ujar Bagas.
Selain menyesuaikan selera pasar, pihak penyelenggara juga menaruh perhatian pada regenerasi, baik dari sisi musisi maupun panitia pelaksanaan.
“Regenerasi itu penting. Bukan cuma penampil, tapi panitianya juga harus tumbuh,” tambahnya.
Pada pelaksanaan BRI Jazz Gunung Bromo 2025 Series 1, penonton disuguhkan penampilan lintas generasi.
Deretan musisi muda seperti Emptyyy dan trio masa depan tampil bersama nama-nama besar seperti RAN, Karimata, dan Jamie Aditya.
Festival ini juga menghadirkan musisi internasional, seperti Chagall dari Belanda yang tampil dengan gaya electronic music yang unik.
Sementara dari dalam negeri, grup Kua Etnika dan kelompok campursari jazz turut memeriahkan suasana.
Tak hanya menyuguhkan musik, pertunjukan seni juga turut mewarnai festival lewat kehadiran Papermoon Puppet Theatre yang tampil selama dua hari, 19–20 Juli.
Dengan pendekatan baru ini, Jazz Gunung Bromo tak hanya menjadi festival musik semata, melainkan juga wadah regenerasi, eksplorasi seni, dan ajang wisata budaya yang digelar di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut.