Trump Keluarkan Indonesia Dari Daftar Negara Berkembang, Ini Dampaknya!

Anata Lu’luul Jannah | Selasa, 25/02/2020 12:35 WIB
Trump Keluarkan Indonesia Dari Daftar Negara Berkembang, Ini Dampaknya! Trump Keluarkan Indonesia Dari Daftar Negeri Berkembang (Foto: Time of Israel)

JAKARTA, RADARBANGSA.COM – Pemerintah Amerika Serikat mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang bersama dengan China, Brasil, India dan Afrika Selatan. Pemberitahuan ini dilakukan melalui mekanisme Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR).

Dengan ini maka US Trade Representative (USTR) memperketat kriteria negara berkembang alias negara yang berhak mendapatkan pengecualian de minimis dan negligible import volumes untuk pengenaan tarif anti-subsidi atau countervailing duty (CVD), pada 10 Februari 2020.

Berdasarkan keputusan yang baru dikeluarkan tersebut, maka Indonesia tidak lagi mendapat pengecualian tersebut karena telah dianggap keluar dari negara berkembang. Hal ini berarti sekaligus mengkonfirmasi bahwa Indonesia di mata Trump adalah negara maju.

Akan tetapi hal ini bukan berarti Indonesia telah mapan secara ekonomi dan menjadi sangat istimewa di mata Trump. Justru sejumlah pengamat ekonomi memandang ini hanya akal-akalan Trump semata untuk mengeluarkan Indonesia dari beberapa fasilitas perdagangan yang diberikan AS agar bisa menekan defisit neraca dagang RI.

Memacu pada USTR, tiga kriteria baru yang diterapkan AS untuk negara berkembang adalah berdasarkan Gross National Income menurut versi Bank Dunia (lebih dari USD 12,375 per tahun), pangsa total perdagangan dunia diatas 0,5 persen (sebelumnya 2 persen), dan negara berkembang yang merupakan anggota Uni Eropa, OECD, dan G-20. Indonesia dikeluarkan dari pengecualian tersebut karena keanggotaan Indonesia dalam G-20 dan memiliki pangsa total perdagangan dunia 0,9 persen.

Sementara itu Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto turut menanggapi dengan pernyataannya yang mengatakan bahwa Indonesia hanya akan dikecualikan dari fasilitas CVD dan tidak berpengaruh pada fasilitas GSP.

“Perubahan kriteria negara berkembang yang ditetapkan USTR tersebut hanya berlaku dalam aturan pengenaan CVD dan tidak berdampak pada status Indonesia sebagai negara berkembang penerima fasilitas GSP," tegas Mendag Agus mealalui keterangan resminya, Selasa 25 Februari 2020.

Dengan status baru Indonesia saat ini, Agus menyatakan pemerintah juga siap meningkatkan daya saing, khususnya untuk terus meningkatkan ekspor ke AS.

"Dikeluarkannya Indonesia dalam kategori negara berkembang tersebut, artinya daya saing produk Indonesia harus ditingkatkan agar kita terus dapat memenangkan pasar ekspor Indonesia,” ujar Mendag.

Agus menyampaikan bahwa saat ini Pemerintah Indonesia dan Pemerintah AS masih terus mengadakan konsultasi terkait country review penerima program GSP. Status negara berkembang penerima fasilitas GSP sendiri diatur dalam statute yang berbeda dibawah Trade Act 1974.

“Indonesia saat ini tengah berkoordinasi erat dengan pihak AS untuk memastikan status Indonesia sebagai penerima GSP. Sejauh ini, perkembangan diskusi secara bilateral berlangsung cukup positif dan diharapkan AS dapat menginformasikan hasil review segera. Jadi, pengaturan baru perubahan ketentuan CVD tersebut berbeda dengan penerapan status Indonesia sebagai negara penerima GSP,” tegas Mendag.


Berita Terkait :