Wamenkeu Paparkan Stimulus Fiskal untuk Percepat Pembangunan Sektor Properti

Anata Lu’luul Jannah | Selasa, 04/02/2020 13:20 WIB
Wamenkeu Paparkan Stimulus Fiskal untuk Percepat Pembangunan Sektor Properti Wamenkeu berikan stimulus fiskal untuk percepat pembangunan sektor properti (foto: Infobanknews.com)

JAKARTA, RADARBANGSA.COM – Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara memaparkan sejumlah stimulus fiskal untuk percepat pembangunan di sektor properti atau real estate.

“Ada empat strategi, yaitu availability (ketersediaan), accessibility (dapat diakses), affordability (terjangkau) dan sustainability (kebersinambungan),” Hal itu diungkapkan oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara saat memberikan Keynote Speech pada acara BTN Prioritas Market Outlook 2020 di Hotel Fairmont, Jakarta, 3 Desember 2020.

Wamenkeu menjelaskan availability berarti mendorong ketersediaan rumah, kemudian affordability membuat harga rumah itu menjadi terjangkau, accessibility meningkatkan akses pembiayaan serta sustainability memastikan program perumahan dapat terus berjalan dengan dampak fiskal yang dapat dikendalikan.

“Kita juga memberikan dukungan fiskal melalui seperangkat insentif fiskal untuk program perumahan, kemudian melalui belanja negara kita membelanjakan sejumlah subsidi selisih bunga dan subsidi bantuan uang muka, lalu kita membuat desain pembiayaan melalui dana bergulir FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan), penyertaan modal negara pada PT. SMF, TAPERA dan yang lain,” jelas Wamenkeu.

Wamenkeu melanjutkan, insentif fiskal pada sektor perumahan didesain dalam beberapa lapis. Lapisan pertama adalah untuk kelompok ekonomi bawah yang bentuknya adalah pembebasan PPN bagi rumah sederhana, yang setiap tahunnya batasan harga rumah sederhana ini disesuaikan.

Lapis kedua adalah pembebasan PPN atas rumah susun sederhana milik yang perolehannya melalui pembiayaan kredit atau pembiayaan bersubsidi. Adapun Batasan harga rumah susun sederhana milik ini tidak boleh lebih dari Rp250 juta dan penghasilan pemilik sebagai Wajib Pajak tidak boleh lebih dari Rp7 juta perbulan.

Lapis ketiga insentif fiskal adalah pembebasan PPh untuk pengalihan  tanah dan bangunan yang masuk di dalam beberapa kategori. Kategorinya yaitu objek pajak yang mempunyai penghasilan dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang melakukan pengalihan tanah/bangunan dengan jumlah bruto kurang dari Rp60 juta, objek pajak dan Badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah/bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dan kegiatan keagaaman serta sosial, pengalihan harta berupa tanah/bangunan karena waris, dan obyek pajak/Badan yang tidak termasuk Subjek pajak yang melakukan pengalihan harta berupa tanah/bangunan.

Lapis keempat pada insentif fiskal sektor perumahan adalah adanya perubahan pengaturan PPnBM dan PPh Pasal 21 untuk hunian mewah. Hal ini tertuang dalam PMK No 86 Tahun 2019 yaitu Perubahan atas PMK Nomor 35 Tahun 2017 tentang jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah. 

Adapun perubahan yang diatur dalam PMK terbaru ini diantaranya adalah threshold pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Rumah dan Town House dari jenis nonstrata title dari Rp20 miliar (M) menjadi Rp30 M, threshold pengenaan PPnBM apartemen, condomium, townhouse dari jenis strata title dan sejenisnya dari Rp10 M menjadi Rp30 M, dan tarif PPnBM hunian mewah tetap 20%.

 

 

 

 


Berita Terkait :