Kunci Atasi Potensi Tenggelamnya Jakarta dan Pantura dengan Mitigasi dan Adaptasi

Neli Elislah | Kamis, 07/10/2021 15:59 WIB
Kunci Atasi Potensi Tenggelamnya Jakarta dan Pantura dengan Mitigasi dan Adaptasi Laksana Tri Handoko, selaku Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) (foto:BRIN)

RADARBANGSA.COM - Profesor Riset bidang Meteorologi pada Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (LAPAN BRIN), Prof. Dr. Eddy Hermawan menyebut setidaknya terdapat tiga faktor yang harus diperhatikan dalam mengantisipasi tenggelamnya Jakarta dan wilayah pantura. Yaitu kondisi kenaikan permukaan laut (SLR/sea level rise), penurunan tinggi permukaan tanah (LS/land subsidence), dan kondisi regional.

Hal tersebut Eddy sampaikan dalam Prof Talk “Benarkah Jakarta – Pantura akan Tenggelam?” yang dilaksanakan secara daring pada Rabu, 6 Oktober 2021. Acara yang dimoderatori oleh Profesor Riset pada Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN Prof. Dr. Thomas Djamaluddin ini disiarkan melalui aplikasi teleconference dan kanal youtube BRIN.

Dari tiga faktor tersebut, Eddy menyebut ada dua faktor yang perlu diperhatikan karena dampaknya akan signifikan ketika bertemu, yaitu SLR dan LS. Untuk memperoleh prediksi presisi tinggi, diperlukan kombinasi dari dua faktor tersebut. Dari hasil analisis spasial-temporal yang dilakukan oleh Tim Penginderaan Jauh LAPAN pada tahun 2020, terdapat tiga kota yang mengalami LS, yakni Pekalongan, Semarang, dan Jakarta.

“Selain masalah SLR dan LS, Jakarta dan Pantura juga menjadi target `serangan` yang dilakukan massa uap air dari Benua Asia yang dipadukan dengan massa uap air dari Lautan Hindia terutama selama periode Musim Hujan (Desember-Januari-Februari) yang muncul sebagai banjir `besar` hampir tiap tahun,” tambah Eddy.

Eddy menyebut selain Jakarta, kawasan lain seperti Kalimantan Selatan yang memiliki tanah lunak dan gambut juga memiliki potensi ancaman tenggelam lebih besar dari kawasan Pantura. Cara-cara penanggulangan yang dapat dilakukan adalah dengan menekan semaksimal mungkin laju LS agar tidak menambah kerusakan lingkungan di sepanjang pesisir Pantura.

Adaptations Strategies juga mutlak dilakukan untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi, jadi tidak hanya dengan pembangunan tanggul raksasa, tetapi juga dengan akomodasi dan relokasi pembangunan yang menyesuaikan perubahan, serta pembuatan Beting Gisik dan Hutan Manggrove untuk meredam Rob ke daratan.

Dalam kesempatan yang sama Profesor Riset bidang Geoteknologi – Hidrogeologi, Prof. Dr. Robert Delinom menyebut bahwa Jakarta dan Pantura bisa jadi tenggelam, tapi tidak akan terjadi pada kurun waktu yang segera. Delinom menambahkan secara jangka pendek, harus terus disosialisasikan masalah ini kepada masyarakat. Sedangkan untuk jangka panjang, penyelesaian masalah ini harus diselesaikan dengan kombinasi mitigasi dan adaptasi yang tidak tumpang tindih satu sama lain. Pola pikir masyarakat juga harus dibentuk diiringi juga dengan Zero Run Off sehingga terbentuknya no land subsidence city.

“Beberapa langkah mitigasi yang dapat dilakukan di antaranya pembangunan ‘pertahanan’ di garis pantai, sungai dan bantarannya, pembuatan ‘tempat parkir’ air, serta adapatasi dengan pembangunan yang ‘ramah’ terhadap ancaman ini dan persiapan masyarakat jika ancaman ini datang,” ujar Delinom.


Berita Terkait :