Tanpa Gus Dur, Tak Akan Ada `Barongsai`

M. Isa | Kamis, 07/02/2019 20:39 WIB

RADARBANGSA.COM - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Daniel Johan merefleksi Imlek 2570/2019 dengan memperkuat Politik Kebangsaan & mengenang jasa Gus Dur.

"Kalau kita ingin melihat Indonesia yang sesungguhnya, kita bisa lihat dan rasakan pada saat ini. Inilah Indonesia yang otentik, yang menjadi kekuatan dan kebesaran Indonesia, kebhinekaan kita, inilah persaudaraan yang ada dan terus dibangun Indonesia sejak dulu. Kita bersama-sama akan memastikan bahwa Pancasila, Kebhinekaan, persaudaraan akan terus abadi di bumi Indonesia," kata Daniel Johan di Jakarta, Kamis 7 Februari 2019.

Menurut Politisi PKB ini, belakangan ini sempat merasakan munculnya kecurigaan di antara sesama warga, seakan-akan ada kemunduran di dalam Kebhinekaan. Apalagi kondisi tersebut didorong oleh penyebaran dunia medsos, walaupun itu bukan sesungguhnya bukan Indonesia yang sejatinya.

"PKB memiliki hal-hal prinsip yang tidak bisa ditawar, yaitu Pancasila, kebinekaan, kemandirian ekonomi, dan kemanusiaan," tegasnya. 

PKB, lanjutnya, akan berdiri tegak dalam melawan diskriminasi dan kesenjangan. Semua pihak harus selalu bangun persaudaraan karena persaudaraan itu berkah untuk Indonesia. Ini pula yang melandasi mengapa setiap tahun PKB sebagai satu-satunya partai politik yang tidak pernah absen dalam menyambut Imlek.

"Karena perayaan Imlek adalah salah satu wujud penolakan kami terhadap bentuk diskriminasi. Karena Gus Dur dan PKB adalah pencetus sejarah Imlek di Indonesia, sebagai upaya mengakhiri diskriminasi yang ada saat itu," terangnya.

Daniel juga menceritakan bahwa semasa menjabat Presiden RI, Gus Dur mencabut Inpres No. 14/1967 karena bertentangan dengan UUD 1945. Lalu Gus Dur menerbitkan Keppres No. 6/2000 yang menjamin warga Tionghoa dapat menjalankan kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat istiadatnya secara terbuka.

"Tanpa Gus Dur tidak ada Imlek dan Cap go meh dirayakan secara terbuka, tanpa Gus Dur tidak ada barongsai dan naga turun ke jalan, tidak ada bahasa mandarin diajarkan di sekolah-sekolah bahkan di pesantren," katanya. (GG)