Pos Kesehatan Pesantren Dalam Raperda Tenaga Keperawatan

Redaksi | Rabu, 26/01/2022 15:55 WIB
Pos Kesehatan Pesantren Dalam Raperda Tenaga Keperawatan Anggota Fraksi PKB DPRD Provinsi Jatim, Umi Zahrok (foto istimewa)

Oleh: Umi Zahrok*

‘Dua kenikmatan yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia adalah kesehatan dan waktu luang.’

Salah satu dimensi yang menjadi perhatian penulis kali ini yakni aspek kesehatan. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu kesehatan merupakan hak bagi setiap warga masyarakat yang dilindungi oleh undang-undang. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk mencapai kesejahteraan. Oleh karena itu, perbaikan pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan suatu investasi sumber daya manusia untuk mencapai masyarakat yang sejahtera. Di negara berkembang seperti Indonesia, untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka diperlukan adanya peran pemerintah melalui layanan publik untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya seperti kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan dasar lainnya. Pasal 28 H Ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Sudah lama pelayanan kesehatan di Jawa Timur merambah pada komunitas Pesantren sebagaimana Peraturan Menteri Kesehatan No. 1 Tahun 2013 yang menyebutkan bahwa Pos Kesehatan Pesantren disingkat Poskestren merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) di lingkungan pondok pesantren, dengan prinsip dari, oleh, dan untuk warga pondok pesantren, yang mengutamakan pelayanan promotif, preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif, dengan binaan puskesmas setempat. Poskestren dimaksudkan mendorong  kemandirian warga pondok pesantren dan masyarakat sekitar dalam berperilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Sasaran Poskestren terdiri dari pondok pesantren dan masyarakat pondok pesantren seperti warga pondok pesantren (santri, kyai, pimpinan, pengelola, dan pengajar di pondok pesantren),  dan masyarakat di lingkungan pondok pesantren. Adapun kegiatan Poskestren yaitu upaya promotif seperti: konseling kesehatan, penyuluhan kesehatan, soal gizi, soal penyakit menular dan tanaman obat, dan lain sebagainya. Upaya prefentif bisa juga dilakukan sesuai kemampuan Pesantren, ada pula Pesantren yang sudah mandiri justru punya Klinik dan Dokter. Tentu Poskestren dalam koordinasi dengan Puskesmas yang memiliki fungsi pelayanan kesehatan pratama dan memilik tenaga kesehatan.

Melalui Raperda Tenaga Keperawatan mendorong Pemerintah Daerah jemput bola melalui perawat yang ada di Puskesmas melakukan pelayanan di POSKESTREN setempat. Revitalisasi Puskesmas penting dilakukan, tak hanya menekankan layanan pada aspek kuratif, tapi juga promotif-preventif. Tenaga kesehatan di puskesmas didorong datang ke warga seperti komunitas Pesantren hingga akses kesehatan kian mudah. Pemerintah Provinsi melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota agar melakukan pengadaan dan penempatan tenaga keperawatan sesuai dengan kebutuhan pada Pondok Kesehatan Desa dan Pos Kesehatan Pesantren dalam rangka meningkatkan upaya kesehatan masyarakat.

Sebagai upaya penguatan layanan kesehatan yang sudah ada, bahwa ketika Raperda tentang Keperawatan disusun dan dibahas, sesungguhnya telah terdata sejumlah Pesantren yang sudah memiliki Poskestren di Jawa Timur dari data Dinas Kesehatan sebagai berikut:

No

Nama Kabupaten/Kota

Jumlah Pesantren

Jumlah POSKESTREN

1

Kab. Pacitan

12

10

2

Kab. Ponorogo

96

21

3

Kab. Trenggalek

57

24

4

Kab. Tulungagung

60

18

5

Kab. Blitar

81

29

6

Kab. Kediri

106

25

7

Kab.Malang

347

131

8

Kab. Lumajang

153

51

9

Kab. Jember

380

297

10

Kab. Banyuwangi

150

83

11

Kab. Bondowoso

130

46

12

Kab. Situbondo

88

25

13

Kab. Probolinggo

136

32

14

Kab. Pasuruan

187

76

15

Kab. Sidoarjo

73

41

16

Kab. Mojokerto

78

29

17

Kab. Jombang

106

34

18

Kab. Nganjuk

44

10

19

Kab. Madiun

43

15

20

Kab.Magetan

59

26

21

Kab. Ngawi

62

25

22

Kab. Bojonegoro

76

41

23

Kab. Tuban

88

53

24

Kab. Lamongan

97

22

25

Kab. Gresik

88

51

26

Kab. Bangkalan

155

56

27

Kab. Sampang

165

163

28

Kab. Pamekasan

151

42

29

Kab. Sumenep

78

78

30

Kota Kediri

39

16

31

Kota Blitar

13

12

32

Kota Malang

60

46

33

Kota Probolinggo

20

11

34

Kota Pasuruan

45

15

35

Kota Mojokerto

11

7

36

Kota Madiun

11

11

37

Kota Surabaya

84

25

38

Kota Batu

26

11

 

JUMLAH

3.655

1.078

 

Meski by data sudah relatif merata, namun secara riil tidak berkembang dengan baik terhadap penyelenggaraan POSKESTREN, ada juga hanya sekedar papan nama, tidak ada aktivitas dari tanaga kesehatan dan belum semua melaksanakan fungsi fungsi manajemen. Terhadap realitas ini hemat penulis perlu dua pendekatan pengembangan, yang pertama dari internal manajemen Pesantren itu sendiri dan yang kedua dari fasilitasi Pemerintah terhadap revitalisasi layanan kesehatan di Pos Kesehatan Pesantren. Secara internal fungsi-fungsi manajemen Poskestren yang sudah terbangun dengan melibatkan sebagian santri sebagai contoh yaitu Poskestren di Pondok Pesantren Assalafi Al Fitrah Kedinding, kota Surabaya. Mulai perencanaan dibentuk santri husada dan pelatihan santri husada secara berkala, dan penyuluhan kepada para santri. Pada fungsi pengorganisasian melakukan berbagai kegiatan seperti Penyuluhan tentang DBD, obat-obatan sederhana, herbal, dan penyuluhan tentang makanan sehat. Sementara fungsi pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Puskesmas belum berjalan dengan baik. Belum optimalnya peran Puskesmas di Poskestren maka pendekatan eksternal dalam arti menerbitkan regulasi yang memayungi keberadaan tenaga keperawatan yang memiliki peran pelayanan di Puskesmas dan Poskestren maka penting dilakukan. Atas inistiaf komisi E dimana penulis mendapat tugas dari Fraksi PKB melibatkan diri dalam penyusunan dan pembahasan Raperda tersebut dengan urgensi perlindungan Tenaga Keperawatan dari hulu sampai hilir, dari peluang memperoleh pendidikan sampai penempatan tugas dan status kepegawaian perawat.

Di Jawa Timur memiliki 3.213 Perawat yang ditugaskan di Ponkesdes, yang tersebar pada 27 Kabupaten/Kota, sementara data Poskestren 1.708 di 3.655 Pondok Pesantren tersebar di 38 Kabupaten /Kota. Pada persoalan status Perawat Ponkesdes diangkat berdasarkan Perjanjian Kerja (Kontrak) dengan Pemerintah Kabupaten/Kota. Untuk menjamin keberlangsungan Ponkesdes dan menjamin kesejahteraan Perawat Ponkesdes, Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten/Kota haruslah memberikan kuota untuk setiap pengadaan PPPK bagi Perawat Ponkesdes. Kuota Perawat untuk pengadaan PPPK tahun 2021 Provinsi Jawa Timur sebanyak 200 orang. Inipun sifatnya memfasilitasi adapaun yang berwenang mekanisme sesuai peraturan yaitu Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Nah karena dari 3000 sekian yang baru dibuka pengadaaan baru 200 maka sisanya menjadi gelisah menunggu status tersebut. Ketika diselenggarakan hearing terhadap Raperda Keperawatan ini terhimppun 150 Tenaga Kesehatan termasuk perawat se Bakorwil V bertempat di Jember , salah satu perawat menyampaikan aspirasi sampai histeris  meronta ingin kejelasan status perawat, namanya  Halimah seorang perawat di desa terpencil katanya sudah 2 hari tidak mandi karena Puskesmas dimana ia mendapat tugas tidak ada air daerah pegunungan dan statusnya belum jelas meski begitu tugas keperawatan tetap ia lakukakan. Temuan ini kadang dari mengusik perasaan penulis dimana sisi sinergi dari semua aparatur pemerintah semua tingkatan sangat kurang. Kenapa tidak melakukan sinergi dengan baik, padahal Puskesmas yang berdomisili di desa tentu menjadi kepedulian desa untuk pengadaan sarana prasaran seperti sumur, air bersih, listrik, dan lain-lain padahal setiap desa rata rata mendapat Anggran Dana Desa sebesar 900 juta sampai 3 miliar setiap tahun.     

Dari segi honor sementara ini Perawat Ponkesdes maupun yang bertugas di Poskestren diberikan melalui Cost Sharing antara Pemerintah Provinsi Jatim dengan Pemerintah Kab/Kota. Cost Sharing dengan Perbandingan 70% dari Pemerintah Provinsi dan 30% dari Pemerintah dan Kabu/Kota. Pembiayaan Honor Perawat Ponkesdes didasarkan pada Perjanjian Kerja Sama antara Pemerintah Provinsi Jatim dengan Pemerintah Kab/Kota yang berakhir dalam tahun 2021. Dan sebisanya menurut penulis kontribusi desa untuk pembangunan kesehatan sharing 10% sebagaimana peraturan yang berlaku. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 74 ayat 2 menyebutkan Pemerintahan Desa wajib memastikan pemenuhan kebutuhan primer warga desa yang mencakup sandang, papan, pangan. Pemdes juga wajib memenuhi pelayanan dasar warga berupa : pendidikan, kesehatan, infrastruktur. Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No : HK.02.02/Menkes/52/2015 tentang Renstra Kemenkes  salah satu butirnya adalah mendorong desa untuk mengalokasi dan memanfaatkan dana desa minimal 10% untuk UKBM (Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat).

Kesimpulan dari uraian di atas ; Pertama, kesehatan menjadi modal dasar meningkatkan sumberdaya manusia berkualitas, mengentaskan kemiskinan dan menggerakkan roda ekonomi, maka jikalau masa Covid 19 ini kesehatan menjadi komoditi sungguh menciderai perasaan masyarakat dimana organ kesehatan termasuk tenaga keperawatan masih bergelut dengan persoalan status dan honor pengabdian mereka. Kedua, terangkumnya layanan kesehatan berupa Pos Kesehatan Pesantren merupakan respon yang baik terhadap keberadaan Pesantren sebagaimana UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pondok Pesantren Pasal 12 bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya dapat memfasilitasi Pesantren pada aspek kebersihan, kesehatan, keamanan dan lain sebagainya. Ketiga, meski dalam situasi masih transisi menuju recovery ekonomi masa transisi ini semoga ada konsostensi perhatian terhadap tenaga kesehatan terkait status Provinsi terus memfasilitasi pengadaan tenaga perawat ke MenPAN RB dengan status minimal PPPK, serta terkait cost sharing honor untuk perawat 70% dari UMR dan 30% standar upah minimum kabupaten/kota, dan bagian dari penguatan 10% untuk UKBM (Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat). Adapun arsiran dari 10% untuk Honor Perawat  sesuai regulasi yang ada.Dengan catatan perawat harus menempatkan kualitas sesuai beban kerja masing masing secara profesional. Semoga.

 

*Penulis adalah Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPRD Provinsi Jawa Timur.