
RADARBANGSA.COM - Pernyataan dari Ketua DPR RI Puan Maharani mengenai anak SMP belum bisa membaca mengalami tantangan secara sosial dan emosional, mendapat respon positif dari berbagai kalangan. Salah satunya berasal dari Dewan Pengawas Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) Hipnoterapi Indonesia, sekaligus putra Bali, I Dewa Gede Sayang Adi Yadnya (Dewa).
Dewa yang juga penerima penghargaan Indonesian Hipnosis Centre (IHC) Award 2024 itu mengaku sangat setuju dengan pernyataan Puan.
“Dampak lingkungan dan permasalahan keluarga seperti kecanduan main game atau gadget, trauma masa kecil, kekerasan rumah tangga, korban perundungan dapat menjadi pemicu rendahnya motivasi belajar," ujar Dewa dalam keterangan tertulis, Minggu (20/4/2025).
Oleh karenanya, Dewa menyarankan agar pemangku pendidikan baik itu pemerintah daerah ataupun dewan pendidikan dapat menggandeng masyarakat yang kompeten untuk berkolaborasi. Ia mencontohkan dengan mengajak puluhan ribu anggota komunitas hipnotis yang telah lulus uji kompetensi.
Mereka disebut kompeten oleh negara karena telah melalui ujian di LSP mitra BNSP RI. Ada pula melalui uji kompetensi di LSK Hipnoterapi Indonesia mitra Ditjen Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus (PKLK) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).
“Menanamkan motivasi belajar pada anak didik ibarat mengecat ulang tembok dapur yang kusam, kotoran-kotoran dan minyak yang menempel harus dibersihan dulu supaya cat barunya awet nampak bersih sesuai aslinya,” sambungnya.
Dewa menambahkan, yang diumpamakan kotoran dan minyak yang menempel pada tembok adalah luka batin, kecanduan gadget, dan berbagai perilaku buruk anak. Menurutnya, terapi berbasis olah pikir atau hipnoterapi terbukti secara ilmiah dapat membantu mengatasinya.
“Kini hipnoterapis kompeten mudah ditemukan, mereka tergabung dalam organisasi profesi yang kepengurusannya telah eksis di seluruh provinsi di Indonesia,” imbuh Dewa.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan rasa prihatin atas adanya 363 Siswa SMP di Buleleng Bali yang tidak lancar membaca, namun mereka lancar main medsos. Lebih mengejutkan lagi, 155 diantaranya tidak bisa membaca.
Puan menyebut laporan tersebut sebagai alarm adanya kesenjangan dalam pemenuhan hak dasar pendidikan di Indonesia. Besar kemungkinan kasus serupa juga terjadi di kabupaten lain. Mengingat pada Agustus 2023 lalu, pernah ada laporan mengenai adanya permasalahan 29 orang siswa SMP negeri di Kabupaten Pangandaran Jawa Barat juga ditemukan tidak lancar membaca.