Nihayatul Wafiroh: Pencegahan Stunting Harus Jadi Komitmen Bersama

Ahmad Zubaidi | Senin, 07/06/2021 10:43 WIB
Nihayatul Wafiroh: Pencegahan Stunting Harus Jadi Komitmen Bersama Sosialisasi pencegahan stunting bersama Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh di Situbondo (foto istimewa)

RADARBANGSA.COM - Pencegahan stunting atau kekerdilan telah menjadi agenda pembangunan nasional. Namun, kasus stunting hingga saat ini tercatat masih cukup tinggi dan masih di atas angka yang ditetapkan WHO sebesar 20 persen.

Data BKKBN per Januari 2021 menyebut saat ini total angka kelahiran per tahun mencapai 5 juta dan sekitar 1,2 juta bayi atau 29 persen di antaranya dalam kondisi stunting.

Melihat fakta itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh atau Ninik menekankan pentingnya pemahaman yang baik bagi seluruh masyarakat akan pentingnya pencegahan stunting.

"Pencegahan stunting harus menjadi komitmen bapak ibu semua, kita semua. Tidak cukup hanya saya, pemerintah, DPR yang punya komitmen, tapi bapak ibu mengabaikan bahaya stunting," kata Ninik saat Pendataan Keluarga dan Program Bangga Kencana khususnya dalam Pengendalian Pencegahan Stunting di PP. Al Falah Desa Blitok Kec. Bungatan Situbondo, Minggu, 6 Juni 2021.

Legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini juga menjelaskan, stunting tidak hanya mengenai pertumbuhan anak yang terlambat, namun juga berkaitan dengan perkembangan otak yang kurang maksimal. Hal ini menyebabkan kemampuan mental dan belajar yang dibawah rata-rata dan bisa berakibat pada prestasi sekolah yang buruk.

Di hari yang sama, Ninik juga menggelar acara serupa di Yayasan YM Adz-Dzikaa di Jl. Raya Banyuwangi, Lamongan, Arjasa, Situbondo. Dirinya menyebutkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi stunting, salah satunya masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pelaksanaan Seribu Hari Pertama Kehidupan (HPK) di tingkat keluarga.

"Akhirnya kita terus berupaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat bahwa stunting ini harus kita cegah bersama, kita perangi bersama," terangnya.

Ninik juga mengingatkan efek samping pernikahan dini. Pernikahan dini, kata dia, dapat menyebabkan stunting karena saat melakukan sebuah pernikahan, perempuan yang masih berusia remaja secara psikologis belumlah matang dan belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kehamilan dan pola asuh anak yang baik dan benar.

"Para remaja masih membutuhkan gizi maksimal hingga usia 21 tahun. Nah, jika mereka sudah menikah pada usia remaja tahun, misalnya 15 atau 16 tahun, maka tubuh ibu akan berebut gizi dengan bayi yang dikandungnya," jelasnya.

Karena itu, Ninik meminta kepada seluruh Perangkat Daerah bersama stake holder untuk melakukan inovasi-inovasi pencegahan stunting dalam kondisi pandemi.

"Agar upaya pemenuhan gizi masyarakat, utamanya bagi mereka yang rentan seperti ibu hamil dan anak balita, bisa tetap terpenuhi dengan tetap menerapkan secara ketat protokol kesehatan," tukas Ninik.