Wapres Sebut Pemanfaatan Guru Honorer Tanpa Status Sangat Merugikan

Rahmad Novandri | Senin, 23/11/2020 20:30 WIB
Wapres Sebut Pemanfaatan Guru Honorer Tanpa Status Sangat Merugikan KH Maruf Amin (Wakil Presiden RI). (Foto: twitter @Kiyai_MarufAmin)

RADARBANGSA.COM - Guru memiliki peran sangat penting dalam menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul. Karena itulah dibutuhkan tenaga pendidik yang memiliki kompetensi tinggi. Sementara hal yang tidak boleh dilupakan adalah jumlah atau ketersediaan SDM guru harus memadai sesuai dengan sebaran satuan pendidikan di seluruh Indonesia.

Wakil Presiden (Wapres) KH Maruf Amin mengatakan bahwa saat ini diperkirakan, kebutuhan tambahan tenaga pendidik di sekolah negeri adalah sekira satu juta guru. Namun sejak empat tahun terakhir, jumlah guru menurun sekitar enam persen setiap tahunnya.

“Penurunan jumlah itu karena banyak guru yang pensiun dan pergantiannya tidak dapat mengejar kebutuhan jumlah guru karena meningkatnya jumlah peserta didik,” ungkap Kiai Maruf dalam acara Pengumuman Rencana Seleksi Guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahun 2021, yang disiarkan langsung melalui Kanal Youtube Kemendikbud RI, Senin, 23 November 2020.

Dikatakannya, kekurangan jumlah tenaga pendidik selama ini ditutupi dengan menggunakan tenaga guru honorer. Karena itu, pemerintah melihat bahwa pemanfaatan guru honorer yang tanpa status, jelas sangat merugikan.

“Tingkat kesejahteraan guru honorer sangat berbeda jauh dengan rekan mereka yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN). Padahal banyak dari mereka yang berprestasi dan sudah tahunan mengabdi sebagai tenaga pendidik,” tutur Kiai Ma’ruf.

Selain itu, lanjutnya, para guru honorer tidak dapat mengikuti berbagai macam kegiatan peningkatan kapasitas seperti pelatihan, kursus, atau pendidikan untuk jenjang lebih tinggi sehingga baru sebagian kecil guru honorer yang memiliki sertifikat guru. “Padahal seiring perkembangan zaman kompetensi guru perlu ditingkatkan,” ucapnya.

Menurut Kiai Ma’ruf, hambatan-hambatan tersebut dalam jangka panjang mengakibatkan ketertinggalan kualitas para guru honorer. Dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, dimungkinkan untuk mengangkat pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja.

“Sedangkan pengaturan lebih rinci dituangkan dalam peraturan pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang manajemen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja,” paparnya.

Kiai Ma’ruf mengungkapkan, dengan terbitnya peraturan pemerintah itu dan kondisi keuangan negara yang telah memungkinkan, maka sejak tahun lalu sudah dilakukan pengangkatan guru PPPK, sekalipun dengan jumlah yang sangat terbatas.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim membeberkan alasan dibukanya seleksi guru PPPK pada 2021 mendatang. Ia mengatakan, berbagai riset menunjukkan bahwa peningkatan rendahnya kualitas guru akan membedakan sekitar 53 persen hasil belajar siswa, dalam beberapa tahun ke depan.

Berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik), jumlah guru yang berstatus ASN yang tersedia di sekolah negeri hanya 60 persen dari jumlah kebutuhan seharusnya. Menurut Nadiem, jumlah tersebut dalam empat tahun terakhir terus menurun dengan rata-rata enam persen setiap tahunnya. Hal itu menyebabkan sulitnya pelayanan optimal bagi para peserta didik.

“Di sisi lain, terdapat banyak sekali guru-guru non-ASN atau guru honorer yang memiliki kompetensi sangat baik. Namun kesejahteraan masih belum terjamin dengan baik,” kata Nadiem.

Oleh karena itu, diungkapkan Nadiem bahwa salah satu upaya pemerintah dalam peningkatan pelayanan kepada para peserta didik adalah melalui penyediaan tenaga pendidik yang berstatus ASN. “Salah satu pendekatan yang diupayakan adalah melalui rekrutmen guru PPPK,” ungkapnya.