PBNU: Pemerintah Jangan Lembek Pertahankan Wilayah Perairan Natuna

Sodiqul Anwar | Selasa, 07/01/2020 12:23 WIB
PBNU: Pemerintah Jangan Lembek Pertahankan Wilayah Perairan Natuna PBNU menyampaikan pernyataan dalam konferensi pers soal Natuna di gedung PBNU, Jakarta, Senin (6/1). (Foto IG @nahdlatululama)

JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengingatkan kepada Pemerintah Republik Indonesia agar mempertahankan wilayah perairan laut Natuna. Siapapun yang mengganggu kedaulatan bangsa wajib dilawan.

“Nahdlatul Ulama meminta Pemerintah RI tidak lembek dan tidak menegosiasikan perihal kedaulatan teritorial dengan kepentingan ekonomi. Keutuhan dan kesatuan wilayah NKRI, termasuk di darat, laut, dan udara adalah harga mati yang tidak bisa ditukar dengan kepentingan apa pun,” Terang Kiai Said Aqil Siradj dalam keterangan jumpa pers di Gedung PBNU, Jakarta, Senin, 6 Januari 2020.

Dalam jangka panjang, Lanjut Kiai Said, Nahdlatul Ulama meminta Pemerintah RI untuk mengarusutamakan fungsi laut dan maritim sebagai kekuatan ekonomi dan geopolitik. Mengingat kedudukan laut juga amat strategis sebagai basis pertahanan. Ia juga menegaskan tidak boleh lagi sebutan laut sebagai pulau terluar, tetapi terdepan.

“Ketidaksungguhan Pemerintah dalam melaksanakan konsep pembangunan berparadigma maritim, termasuk dalam geopolitik, ekonomi, dan pertahanan, akan membuat Indonesia kehilangan 75 persen potensi menjadi negara maju. Ini menyalahi Amanat founding fathers tentang upaya memajukan dan mensejahterakan masyarakat, serta memimpin dunia,” tegas Ulama kelahiran Kempek, Cirebon, Jawa Barat ini.

PBNU juga mendesak pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) agar berhenti melakukan tindakan provokatif atas kedaulatan wilayah perairan RI. China dinilai tidak menghargai kedaulatan Nusantara.

Tindakan Coast Guard RRT mengawal kapal nelayan berbendera China di perairan Natuna sebagai bentuk provokasi politik yang tidak bisa diterima.

“Sejak dulu jelas perairan Natuna telah diakui dan ditetapkan oleh Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS, United Nation Convention on the Law of the Sea 1982).

Selain itu Kepulauan Natuna masuk dalam 200 mil laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang telah diratifikasi sejak 1994,” jelas kiai Said.

Situasi perairan Natuna saat ini memanas menyusul kapal-kapal ikan dan armada Republik Rakyat Cina (RRC) mencari ikan di perairan Natuna Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia sejak 10 Desember 2019. Keadaan ini membuat pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri kepada Beijing.