Jokowi Usul Istilah Radikalisme Diganti Manipulator Agama Menuai Kontroversi

Ahmad Zubaidi | Senin, 04/11/2019 12:30 WIB
Jokowi Usul Istilah Radikalisme Diganti Manipulator Agama Menuai Kontroversi Joko Widodo (Presiden RI). (Foto: twitter @jokowi)

JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Presiden Joko Widodo meminta jajarannya untuk melakukan upaya serius untuk mencegah meluasnya gerakan radikalisme di Indonesia. Hal ini disampaikan Jokowi saat memimpin rapat terbatas terkait penyampaian program dan kegiatan Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan di Kantor Presiden Jakarta, Kamis 31 Oktober 2019 yang lalu.

Saat memimpin ratas tersebut, Jokowi melempar wacana untuk mengubah istilah radikalisme dengan manipulator agama.

"Atau mungkin enggak tahu, apakah ada istilah lain yang bisa kita gunakan, misalnya manipulator agama. Saya serahkan kepada Pak Menko Polhukam untuk mengkoordinasikan masalah ini," kata Jokowi.

Usulan Jokowi ini menuai beragam komentar dari sejumlah kalangan. Ada yang menolak, dan sebagian diantaranya menerimanya dengan ragam argumentasi.

Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid tak mempermasalahkan narasi radikalisme diubah menjadi manipulator agama. Dia  mendukung langkah Presiden Jokowi dalam menghilangkan segala potensi pemecah belah bangsa.

“Semangat Bapak Presiden memahami agama itu dalam konteks yang benar. Karena benar, agama itu hadir untuk memberikan kedamaian," kata Zainut Tauhid di kantor Kementerian Agama, Jakarta Pusat seperti dikutip dari JawaPos.com, Minggu 3 November 2019.

Berbeda dengan Wamenag, Ketua Komisi Dakwah MUI KH Cholil Nafis menyatakan tak setuju dengan usul Jokowi terkait penggantian istilah radikalisme menjadi manipulator agama. Cholil menilai kedua istilah tersebut sebagai dua hal yang berbeda.

"Saya melihat antara manipulator agama dan radikalisme itu dua hal berbeda. Manipulator itu orang yang tahu kebenaran kemudian dia memanipulasi, membohongi. Sementara radikalisme itu paham yang mendalam tentang sesuatu dan paham itu jadi ekstrem," kata Cholil.

Dia berpendapat orang dengan paham radikal tak bisa digeneralisir sebagai manipulator agama. Sebab, para pelaku teror pun ada yang dalam kondisi tidak paham atau tidak tahu agama.

Sementara Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hanafi Rais menilai usulan Jokowi mirip dengan penggantian istilah korupsi masa pemerintahan orde baru.

"Istilah mengganti radikalisme dengan manipulator agama itu sama saja dulu cara pandang orde baru. Tidak mau dibilang korupsi tapi dibilangnya kesalahan prosedur," kata Hanafi.

Hanafi menjelaskan, saat Orde baru istilah korupsi ingin diganti dengan kesalahan prosedur. Padahal, lanjutnya, dua istilah itu sama saja.

"Sama kan, ini juga sama. Radikalisme kemudian diganti istilahnya dengan manipulator agama. Sama enggak kira-kira? Ya sama. Jadi mestinya Pak presiden juga lebih arif lebih bijaksana untuk menggunakan kosakata memilih terminologi," ucapnya.