MenkumHAM: Pembahasan RUU KUHP Tak Mungkin Diulang dari Awal

Rahmad Novandri | Rabu, 25/09/2019 18:13 WIB
MenkumHAM: Pembahasan RUU KUHP Tak Mungkin Diulang dari Awal Yasonna Laoly (menteri Hukum dan HAM RI). (Foto: Twitter @setkabgoid)

JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Menteri Hukum dan HAM (MenkumHAM) Yasonna Laoly mengatakan bahwa isi RUU KUHP tidak dapat diulang atau diubah dari awal. Menurutnya, dalam membuat aturan tidak memungkinkan meminta persetujuan seluruh rakyat Indonesia.

"Untuk mengatakan `Kamu ulang kembali ini`, ah no way. Sampai lebaran kuda enggak akan jadi ini barang," kata Yasonna di gedung KemenkumHAM, Jakarta Selatan, Rabu, 25 September 2019.

Ditegaskannya, Indonesia memiliki berbagai kultur dan budaya, sehingga tidak mungkin memaksakan semuanya beragam. "Tidak mungkin kita mengambil persetujuan seluruh rakyat Indonesia 260 juta untuk UU ini, karena Indonesia negara yang heterogen. Dari Aceh, Sumut, Sumbar sampai Papua sana berbeda kultur, beda budaya, beda persepsi. Maka memaksakan itu semua seragam enggak bisa," terangnya.

Meskipun begitu, lanjut Yasonna, pihaknya siap untuk menjelaskan bila masih ada masyarakat yang tidak mengerti terkait pasal-pasal dalam RKUHP. Sehingga, hal ini dapat mengkoreksi kesalahan informasi dalam masyarakat.

"Jadi kami nanti akan menjelaskan kepada publik kalau misalnya, masih kurang ngertos, atau memang ada yang betul-betul kita memang perlu kita bahas beberapa pasal yang kontroversial. Itu siap," ujarnya.

Sebelumnya, DPR sepakat RKUHP ditunda pembahasannya. Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menyebut memahami keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta empat RUU ditunda pengesahannya, diantaranya RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan.

"Karena ditunda, DPR RI bersama pemerintah akan mengkaji kembali pasal per pasal yang terdapat dalam RUU KUHP, khususnya yang menjadi sorotan publik. Sambil juga kita akan gencarkan kembali sosialisasi tentang RUU KUHP, sehingga masyarakat bisa mendapatkan penjelasan yang utuh, tak salah tafsir, apalagi salah paham menuduh DPR RI dan pemerintah ingin mengebiri hak-hak rakyat," ujarnya.


Berita Terkait :