Polemik Salat Malam Lailatul Qadar, Dianjurkan atau Dibid`ahkan?

Neli Elislah | Senin, 03/05/2021 16:35 WIB
Polemik Salat Malam Lailatul Qadar, Dianjurkan atau Dibid`ahkan? salat

RADARBANGSA.COM - Salat sunah malam Lailatul Qadar hingga tahun ini masih menghasilkan perdebatan. Berbagai pendapat dan argumentasi menimbulkan pernyataan bahwa salat malam Lailatul Qadar adalah salat sunah yang dianjurkan dan sebagian dari mereka menolak dan bahkan melontarkan tuduhan yang membid`ah kan salat sunah tersebut dengan alasan Rasulullah SAW tidak pernah melakukan hal tersebut. Lantas apakah demikian?

Dalam kitab Riyadush Salihin, Imam Nawawi menulis satu bab khusus mengenai keutamaan beribadah pada lailatul (malam) qadar dan penjelasan mengenai kaidah menandai malam tersebut. Imam Nawawi juga menyampaikan hadis Rasulullah SAW dalam pembahasan awal, yaitu:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya, “Barang siapa beribadah pada lailatul qadar, karena iman dan mengharapkan pahala, maka dosanya yang telah berlalu akan diampuni” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Kemudian, Syekh Ismail Haqqi bin Musthafa al-Khalwati dalam kitab Khazinatul Asrar juga menyebutkan menegnai cara salat Lailatul Qadar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam sebuah hadis:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: مَنْ صَلَّى فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ رَكْعَتَيْنِ يَقْرَأُ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ مَرَّةً وَالْاِخْلَاصِ سَبْعَ مَرَّاتٍ فَاِذَا سَلَّمَ يَقُوْلُ أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوْبُ اِلَيْهِ سَبْعِيْنَ مَرَّةً فَلاَ يَقُوْمُ مِنْ مَقَامِهِ حَتَّى يَغْفِرُ اللهُ لَهَ وَلِأَبَوَيْهِ وَيَبْعَثُ اللهُ تَعَالَى مَلاَئِكَةً اِلَى الْجِنَانِ يَغْرِسُوْنَ لَهُ الْأَشْجَارَ وَيَبْنُوْنَ الْقُصُوْرَ وَيَجْرُوْنَ الْأَنْهَارَ وَلَا يَخْرُجُ مِنَ الدُّنْيَا حَتَّى يَرَى ذَلِكَ كُلَّهُ

Artinya, “Dari Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhuma, dari nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa Rasulullah bersabda: Barang siapa melakukan salat dua rakaat ketika lailatul qadar, dalam setiap rakaat membaca surat Al-Fatihah 1 kali, dan surat Al-Ikhlas 7 kali, setelah salam membaca istighfar 70 kali, maka ia tidak berdiri dari tempatnya sampai Allah mengampuni dosa-dosanya, dan dosa kedua orang tuanya. Allah subhanahu wata’ala akan mengutus malaikat untuk ke surga, menanam pohon untuknya dalam surga, membangunkan istana, dan mengalirkan sungai (dalam surga untuknya). Dan ia tidak akan mati sampai bisa melihat semua itu” (Syekh Ismail Haqqi, Khazinatul Asrar Jalilatul Adzkar, h. 45).

Mengutip nu online, yang menjelaskan hadis di atas sudah menyebutkan mengenai pengerjaan salat sunah malam Lailatul Qadar. Namun, tidak menyebutkan secara khusus niat salat malam tersebut, antara niat salat Lailatul Qadar, dan niat salat sunah yang lain. Sehingga bisa diarahkan pada dua salat sunah, yaitu sunah mutlak dan sunah hajat.

Syekh Ismail Haqqi dalam keterangannya yang lain menjelaskan lebih khusus mengenai cara niat salat Lailatul Qadar. Beliau menyebutkan:

وكان عليه السلام اذا دخل العشر شد مئزره وأحيى ليله وأيقظ أهله. وكان الصالحون يصلون فى ليلة من العشر ركعتين بنية قيام ليلة القدر

Artinya, “Ketika Rasulullah memasuki sepuluh hari (akhir dari bulan Ramadan), beliau ikat erat sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya. Orang-orang saleh melakukan salat dua rakaat pada malam tersebut, dengan niat menghidupkan lailatul qadar."

Syekh Ismail Haqqi melanjutkan dengan mengutip Imam Abul Laits dan memberikan ketegasan bahwa niat salat pada malam tersebut adalah salat Lailatul Qadar.

قال الامام أبو الليث رحمه الله اقل صلاة ليلة القدر ركعتان واكثرها ألف ركعة واوسطها مائة ركعة واوسط القرآءة فى كل ركعة أن يقرأ بعد الفاتحة انا انزلناه مرة وقل هو الله احد ثلاث مرات ويسلم على كل ركعتين ويصلى على النبى عليه السلم بعد التسليم ويقوم حتى يتم ما اراد من مائة او اقل او اكثر

Artinya, “Berkata Imam Abul Laits rahimahullah, paling sedikitnya jumlah lailatul qadar adalah 2 rakaat, paling banyaknya 1000 rakaat, dan yang sedang-sedang 100 rakaat. Paling ringannya bacaan setelah membaca surat Al-Fatihah pada setiap rakaat, yaitu membaca surat Al-Qadr 1 kali, surat Al-Ikhlas 3 kali, dan melakukan salam setiap selesai dua rakaat. Membaca salawat pada Nabi Muhammad setelah salam, kemudian berdiri sampai ia menyempurnakan rakaat yang dikehendaki; bisa seratus, atau lebih sedikit dan lebih banyak.” (Syekh Ismail Haqqi, Tafsir Ruhil Bayan, juz 10, h. 372)

Kemudian, Syekh Ismail Haqqi juga menegaskan dengan mengutip kitab al-Muhith, yaitu tidak dimakruhkan mengerjakan salat sunah Lailatul Qadar secara berjamaah. Beliau mengatakan:

وفي المحيط لا يكره الاقتداء بالامام في النوافل مطلقاً نحو القدر والرغائب وليلة النصف من شعبان ونحو ذلك لأن ما رأه المؤمنون حسناً فهو عند الله حسن فلا تلتفت إلى قول من لا مذاق لهم من الطاعنين فإنهم بمنزلة العنين لا يعرفون ذوق المناجاة وحلاوة الطاعات وفضيلة الأوقات

Artinya, “Dalam kitab al-Muhit, tidak dimakruhkan bermakmum pada imam dalam salat sunah mutlak. Seperti salat sunah lailatul qadar, ragaib, malam pertengahan dari bulan Syaban, dan sesamanya. Karena, apa yang dinilai baik oleh orang mukmin, maka di sisi Allah juga bernilai baik. Oleh sebab itu, jangan mengikuti pendapat orang-orang yang tidak memiliki sifat senang terhadap ibadah, karena mereka seperti orang impoten yang tidak mengetahui kenyamanan bermunajat kepada Allah SWT, serta tidak bisa merasakan manisnya taat dan keutamaan waktu.” (Syekh Ismail Haqqi, Tafsir Ruhil Bayan, juz 10, h. 372).

Mengutip nu online, penjelasan Syekh Ismail yang terakhir perlu dibahas ulang. Pada penjelasan di atas, secara tersurat Syekh Ismail berpendapat bahwa salat sunah Lailatul Qadar kedudukannya sama dengan salat ragaib, malam pertengahan dari bulan Syaban, dan sesamanya. Sedangkan para fuqaha menganggap bahwa salat tersebut merupakan amalan bidah yang harus ditinggalkan, dan hadis yang dijadikan pijakan merupakan hadis batil yang sama sekali tidak pernah disampaikan oleh Rasulullah. Seperti Syekh Zainuddin al-Malibari, secara tegas beliau mengatakan demikian. Dalam kitab Irsyadul Ibad dijelaskan:

ومن البدع المذمومة التي يأثم فاعلها، ويجب على ولاة الأمر منع فاعلها صلاة الرغائب اثنتا عشرة ركعة بين العشاءين ليلة أول جمعة من رجب. وصلاة ليلة نصف شعبان مائة ركعة، وصلاة آخر جمعة رمضان سبع عشرة ركعة بنية قضاء الصلوات الخمس الذي لم يتيقنه، وصلاة يوم عاشوراء أربع ركعات أو أكثر. أما أحاديثها فموضوعة باطلة، ولا تغترّ بمن ذكرها.

Artinya, “Termasuk perbuatan bidah tercela, dan pelakunya mendapatkan dosa, bahkan wajib bagi pemerintah untuk melarangnya, yaitu: salat ragaib, yaitu salat sunah 2 rakaat antara waktu salat isya dan magrib pada malam Jumat pertama dari bulan Rajab, salat malam 100 rakaat pada pertengahan bulan Syaban, salat pada jumat akhir bulan Ramadan, dengan niat mengganti salat 5 waktu yang pernah ditinggalkan, dan salat 4 rakaat atau lebih banyak pada hari Asyura. Sedangkan hadis-hadis yang menjelaskan tentang salat tersebut merupakan hadis palsu (maudu’), dan jangan tertipu pada orang-orang yang menganjurkannya” (Syekh Zainuddin al-Malibari, Irsyadul Ibad ila Sabilir Rasyad, h. 68).

 


Berita Terkait :