Mengenai Hukum Islam Transaksi Bitcoin, Benarkah Haram?

Neli Elislah | Senin, 26/04/2021 19:55 WIB
Mengenai Hukum Islam Transaksi Bitcoin, Benarkah Haram? Transaksi Bitcoin

RADARBANGSA.COM - Sekarang ini Bitcoin sedang ramai diperbincangkan dan menarik banyak orang untuk berinvestasi. Bitcoin adalah jenis uang elektronik biasanya digunakna untuk melakukan transaksi internet tanpa menggunakan perantara seperti bank karena dinilai lebih memudahkan. Lalu bagaimana hukum menggunakan mata uang Bitcoin dalam Islam? 

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sempat memberikan penjelasan bahwa penggunaan Bitcoin sebagai alat tukar dihukumi mubah atau boleh. namun terdapat 11 poin yang menjelaskan bahwa Bitcoin dihukumi haram, 

"Bitcoin hukumnya adalah mubah sebagai alat tukar bagi yang berkenan untuk menggunakannya dan mengakuinya. Namun Bitcoin sebagi investasi hukumnya adalah haram karena hanya alat sepekulasi bukan untuk investasi, hanya alat permainan untung rugi buka bisnis yang menghasilkan," Ucap Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Cholil Nafis dikutip dari kumparan.com pada hari Senin, 26 April 2021.

Berikut 11 poin menurut MUI yang menyebabkan keharaman Bitcoin:

1. Bitcoin adalah bagian dari perkembangan teknologi digital yang ingin membuat alat tukar transaksi bahkan investasi di luar kontrol bank sentral dan pemerintah manapun di dunia manapun. Bitcoin sepenuhnya mekanisme pasar digital tergantung permintaan dan suplai.
 
2. Bitcoin adalah mata uang digital yang tersebar dalam jaringan peer-to-peer. Jaringan ini memiliki buku akuntansi besar bernama Blockchain yang dapat diakses oleh publik, didalamnya tercatat semua transaksi yang pernah dilakukan oleh seluruh pengguna Bitcoin.
 
3. Penyebaran Bitcoin dimulai pada tahun 2009 yang diperkenalkan dengan oleh nama samaran Satoshi Nakamoto sebagai mata uang digital yang berbasiskan cryptography. Penggunaan lainnya untuk menunjang kehidupan masyarakat dalam jual beli mata uang digital disebut cryptocurrency.
 
4. Cryptocurrency adalah mata uang digital yang tidak diberikan regulasi oleh pemerintah dan tidak termasuk mata uang resmi. Bitcoin dibatasi hanya 21 juta, yang dapat diperoleh dengan cara: membelinya atau menambangnya. Ia dapat berguna sbgi alat tukar dan infestasi.
 
5. Bitcoin pada beberapa negara digolongkan sebagai mata uang asing. Umumnya tidak diakui otoritas dan regulator sebagai mata uang dan alat tukar resmi karena tidak merefresentasikan nilai aset. Transaksi Bitcoin mirip Forex, maka tradingnya kental rasa spekulatif.
 
6. Sebagian ulama mengatakan, Bitcoin sama dengan uang karena menjadi alat tukar yang diterima oleh masyarakat umum, standar nilai dan alat saving. Namun ulama lain menolaknya sebagai pengakuan masyarakat umum karena masih banyak negara yang menolaknya.
 
7. Definisi uang: “النقد هو كل وسيط للتبادل يلقي قبولا عاما مهما كان ذلك الوسيط وعلى أيّ حال يكون” “uang: segala sesuatu yang menjadi media pertukaran dan diterima secara umum, apa pun bentuk dan dalam kondisi seperti apa punt". Buhuts fi al-Iqtishad al-Islami, 1996, h.178.
 
8. Fatwa DSN MUI Transaksi jual beli mata uang adalah boleh dengan ketentuan: Tidak untuk spekulasi, ada kebutuhan, apabila transaksi dilakukan pada mata uang sejenis nilainya harus sama dan tunai (attaqabudh). Jika berlainan jenis harus dengan kurs yang berlaku saat transaksi dan tunai.
 
9. Bitcoin sebaga alat tukar hukumnya boleh dengan syarat harus ada serah terima (taqabudh) dan sama kuantitas jika jenisnya sama. Dan jika jenisnya berbeda disyaratkan harus taqabudh secara haqiqi atau hukmi (ada uang, ada bitcoin yang bisa diserahterimakan).
 
Diqiyaskan dengan emas dan perak, semua benda yang disepakati berlaku sebagai mata uang dan alat tukar. Meskipun bahannya bukan emas dan perak. Dalam Tarikh al-Baladziri disebutkan,
 
وقد همَ عمر بن الخطاب -رضي الله عنه- باتخاذ النقود من جلد البعير. وما منعه من ذلك إلا خشية على البعير من الانقراض
 
Bahwa Umar bin Khattab berkeinginan membuat uang dari kulit unta. Namun rencana ini diurungkan karena khawatir, onta akan punah. (Futuh al-Buldan, al-Baladziri)
 
Sekalipun keputusan ini tidak dilaksanakan, tapi kita bisa melihat bahwa para sahabat mengakui bolehnya memproduksi mata uang dengan bahan dari selain emas dan perak. Rencana ini dibatalkan, karena mengancam poopulasi onta. Bisa saja, ada orang yang menyembelih onta, hanya untuk diambil kulitnya. Sementara dagingnya bisa jadi tidak dimanfaatkan. Andai bukan kebijakan masalah kelestarian onta, akan diterbitkan mata uang berbahan kulit onta.
 
Inilah yang menjadi dasar para ulama, bahwa mata uang tidak harus berbahan emas dan perak. Imam Malik pernah mengatakan,
 
لو أن الناس أجازوا بينهم الجلود حتى تكون لهم سكة وعين لكرهتها أن تباع بالذهب والورق نظرة
 
“Andaikan orang-orang membuat uang dari kulit dan dijadikan alat tukar oleh mereka, maka saya melarang uang kulit itu ditukar dengan emas dan perak dengan cara tidak tunai”. (Al-Mudawwanah Al-Kubra, 3/90).
 
10. Bitcoin sebagai investasi lebih dekat pada gharar (spekulasi yang merugikan orang lain). Sebab keberadaannya tak ada aset pendukungnya, harga tak bisa dikontrol dan keberadaannya tak ada yang menjamin secara resmi sehingga kemungkinan besar banyak spekulasi ialah haram.
 
11. Bitcoin hukumnya adalah mubah sebagai alat tukar bagi yang berkenan untuk menggunakannya dan mengakuinya. Namun Bitcoin sebagai investasi hukumnya adalah haram karena hanya alat sepekulasi bukan untuk investasi, hanya alat permainan untung rugi buka bisnis yang menghasilkan.
 
Sedangkan menurut hasil keputusan Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur pada tanggal 10-11 Februari 2018 di Tuban, bitcoin diputuskan dikelompokkan sebagai harta virtual, sehingga boleh digunakan sebagai alat transaksi. Namun tetap berlaku wajib zakat di dalamnya.
 
واختلف المتأخرون فى الورقة المعروفة بالنوط فعند الشيخ سالم بن سمير والحبيب عبد الله بن سميط أنها من قبيل الديون نظرا إلى ما تضمنته الورقة المذكورة من النقود المتعامل بها وعند الشيخ محمد الأنبابى والحبيب عبد الله بن أبى بكر أنها كالفلوس المضروبة والتعامل بها صحيح عند الكل وتجب زكاة ما تضمنته الأوراق من النقود عند الأولين زكاة عين وتجب زكاة التجارة عند الآخرين فى أعيانها إذا قصد بها التجارة
 
Artinya, “Ulama kontemporer berbeda pendapat dalam hukum uang elektronik. Menurut Syekh Salim Samiir dan Habib Abdullah bin Smith, uang elektronik adalah serupa dengan duyun (hutang-piutang), dengan mencermati isi kandungannya berupa nuqud yang bisa digunakan untuk muamalah. Menurut Syekh Muhammad Al-Unbaby dan Habib Abdullah bin Abu bakar, ia serupa dengan fulus yang dicetak sehingga hukum bermuamalah dengannya adalah sah secara total. (Dengan demikian) wajib membayar zakat dengan harta yang tersimpan di dalam kartu tersebut-menurut ulama-ulama yang disebut pertama-dengan zakat ain, dan wajib membayar zakat tijarah-menurut ulama yang disebut terakhir-sebab kondisinya ketika dipakai untuk perdagangan,” (Lihat At-Tarmasy, [Al-Mathba’ah Al-‘Amirah As-Syarafiyyah bi Mishra Al-Mahmiyyah; juz IV], halaman 29-30).
 
Walaupun regulasi dari pemerintah belum ada, namun tidak menghilangkan sahnya bermuamalah dengannya selagi tidak ada catatan dilarang oleh syara. Apabila di kemudian hari ada indikasi bahwa bermuamalah dengan harta virtual semacam ini ditetapkan sebagai yang dilarang oleh pemerintah karena pertimbangan faktor adanya kejahatan atau mafsadah yang besar, maka kita wajib mematuhi perintah dari pemerintah.
     
يجب امتثال أمر الإمام في كل ما له فيه ولاية كدفع زكاة المال الظاهر، فإن لم تكن له فيه ولاية وهو من الحقوق الواجبة أو المندوبة جاز الدفع إليه والاستقلال بصرفه في مصارفه
 
Artinya, “Wajib hukumnya mematuhi perintah pemimpin di dalam segala hal yang menjadi wilayah kuasanya, seperti membayar zakat mal zhahir. Namun, untuk hal yang di luar kewenangan kekuasaan pemerintah, seperti melaksanakan hak-hak wajib atau sunah, maka boleh ia melaksanakannya dan bebas untuk bertasharruf di dalam kepentingannya,” [Lihat Abdurrahman, [Bughyatul Mustarsyidin: Darul Fikr], halaman 91).

Melalui penjelasan di atas, kesimpulan yang dapat kita ambil bahwa, transaksi Bitcoin sebagai alat tukar diperbolehkan karena dihukumi mubah atau boleh menurut MUI sebagai pihak yang menghukumi peraturan Islam dari pemerintah. Terkait keharamannya juga harus diperhatikan, agar tidak berdampak merugikan. Dan kewajiban untuk menunaikan zakat harta terkait bentuk harta virtual tidak boleh ditinggalkan. 

 

TAG : Bitcoin , haram