Hidup Bermutu

Redaksi | Jum'at, 07/08/2020 16:15 WIB
Hidup Bermutu K. Kuswaidi Syafiie Pengasuh Pondok Pesantren Maulana Rumi, Sewon, Bantul, Yogyakarta. (doc. FB. Kuswaidi Syafiie)

Oleh: K. Kuswaidi Syafiie*

RADARBANGSA.COM- Di samping beraneka ragam, kualitas hidup manusia secara spiritual itu berlapis-lapis, bertingkat-tingkat. Setiap tingkat memiliki kadar kualitasnya masing-masing. Tidak sama antara yang satu dengan yang lain. Dari mulai yang paling padat nilai spiritualnya sehingga tidak "dimungkinkan" adanya celah kelalaian sampai dengan yang paling tidak bermutu sama sekali.

Kualitas hidup seseorang secara spiritual ditentukan oleh seberapa kuat hubungan rohaninya dengan Allah. Tentu saja hal ini tidak semata berkaitan dengan seberapa banyak orang itu melaksanakan ibadah-ibadah mahdhah yang dipersembahkan langsung kepada hadiratNya, tapi murni juga berkaitan dengan seberapa banyak dan bermutu orang itu di dalam mencerap akhlak Allah yang kemudian diejawantahkan di dalam kehidupan bersama dengan sosialnya.

Ada orang yang dikuasai oleh kelalaian secara optimal sehingga di dalam dua puluh empat jam dalam sehari tidak memiliki kontak spiritual sama sekali dengan Tuhannya. Dia sepenuhnya hidup di dalam ruang lingkup kesenangannya yang secara hakiki sebenarnya menipu. Tapi dia tidak merasa bahwa dirinya senantiasa ada dalam ketertipuan.

Ada orang yang memiliki relasi rohani dengan Tuhannya walaupun prosentasenya hanya sedikit, sedikit sekali. Mungkin tidak sampai lima persen dari keseluruhan waktunya di dalam dua puluh empat jam. Begitu lamat-lamat tali rohani yang menghubungkan antara dia dengan hadiratNya.

Ada pula orang yang seimbang antara kelalaian dengan konsentrasinya kepada Allah. Kadang dia berpihak ke kanan. Kadang juga berpihak ke kiri. Hatinya berisi potensi nafsu ammarah sekaligus potensi roh yang keduanya diimplementasikan dengan cara bergantian. Dan seterusnya, seterusnya.

Nah, orang yang paling bermutu hidupnya secara spiritual adalah dia yang keseluruhan waktunya senantiasa terfokus kepada Allah, baik secara langsung maupun lewat sejumlah kebaikan terhadap sesama dan makhluk-makhluk yang lain. Orang itulah yang merupakan cerminan dari kehadiran hadiratNya semata di tengah kancah kehidupan ini. Wallahu a`lamu bish-shawab.

 * K. Kuswaidi Syafiie Pengasuh Pondok Pesantren Maulana Rumi, Sewon, Bantul, Yogyakarta.


Berita Terkait :