
RADARBANGSA.COM - Sate emprit merupakan salah satu kuliner tradisional khas Kediri yang memiliki keunikan tersendiri serta mengandung nilai historis serta kultural yang tinggi. Namun, keberadaan kuliner ini kini semakin sulit ditemui akibat keterbatasan bahan baku berupa burung emprit yang menjadi bahan utamanya.
Sate ini dibuat dari burung emprit atau pipit, sejenis burung kecil yang hidup bergerombol di area persawahan, khususnya di wilayah pedesaan Jawa Timur. Dalam masyarakat agraris seperti di Kediri, burung ini dikenal tidak hanya sebagai bagian dari ekosistem pertanian, tetapi juga sebagai sumber pangan yang mengandung protein tinggi.
Dengan tekstur daging yang lembut dan halus, burung emprit diolah menjadi sate menggunakan teknik tradisional. Proses pembuatannya melibatkan tusukan lidi atau bambu kecil, bumbu rempah-rempah khas Jawa, dan proses pembakaran hingga matang. Karena ukurannya yang kecil, satu tusuk sate biasanya terdiri dari beberapa ekor burung emprit yang telah dibersihkan dan dibumbui.
Salah satu varian yang dikenal luas adalah sate emprit bacem, di mana burung direbus dengan campuran bumbu manis seperti gula merah, kecap, bawang putih, ketumbar, dan daun salam, sebelum dibakar. Teknik ini menghasilkan daging yang empuk dan kaya rasa. Sajian ini umumnya disajikan dengan nasi putih, sambal, serta lalapan seperti daun kemangi dan timun.
Lebih dari sekadar makanan, sate manuk emprit mencerminkan kearifan lokal dan kreativitas masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya sekitar. Di masa lalu, terutama saat krisis ekonomi, burung emprit menjadi alternatif sumber protein hewani yang terjangkau. Hidangan ini pun diwariskan lintas generasi dan sering dihidangkan dalam berbagai acara tradisional seperti kenduri, selametan, dan perayaan panen.
Seiring perubahan zaman dan penurunan populasi burung emprit akibat perubahan ekosistem pertanian, keberadaan kuliner ini makin langka. Kini, sate manuk emprit hanya dapat dijumpai di warung tradisional tertentu atau dalam ajang festival kuliner daerah.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran terkait keberlanjutan warisan kuliner tersebut. Oleh karena itu, upaya pelestarian terus didorong, seperti inisiatif budidaya burung emprit secara berkelanjutan maupun penciptaan alternatif bahan yang tetap mempertahankan cita rasa asli tanpa merusak kelestarian satwa liar.
Pelestarian kuliner khas seperti sate manuk emprit dinilai penting agar kekayaan gastronomi daerah tetap dapat dikenali dan dinikmati oleh generasi mendatang, serta menjadi bagian dari identitas budaya Nusantara khususnya dalam bidang Kuliner.