Ekonom Optimis Indonesia Bisa Bertahan dari Resesi

Anata Lu’luul Jannah | Selasa, 18/10/2022 17:46 WIB
Ekonom Optimis Indonesia Bisa Bertahan dari Resesi Pemandangan Ibu Kota Indonesia di Sore Hari (Doc: Istimewa)

RADARBANGSA.COM - Ekonom sekaligus Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengungkapkan keyakinannya tentang kemampuan Indonesia untuk meredakan ancaman resesi dengan syarat dapat menjaga konsumsi swasta pada 50 persen dari Produk Domestik Bruto.

“Para pembuat kebijakan menghadapi periode yang sulit dan dilematis tahun depan. Akan ada kontraksi di sektor investasi dan tidak ada cukup ruang untuk kebijakan fiskal karena defisit anggaran ditetapkan kurang dari 3 persen pada 2023. Oleh karena itu, konsumsi swasta menjadi satu-satunya harapan agar ekonomi terus tumbuh," Demikian disampaikan dalam Konferensi Internasional BUMN 2022 dalam diskusi panel “Macro Economic Outlook” di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali, Selasa 18 Oktober 2022.

Dia mengatakan pemerintah dan perusahaan swasta, serta masyarakat, harus terus mengeluarkan uang agar Indonesia dapat mempertahankan konsumsi swasta yang dibutuhkan. Pemerintah, menurut Chatib, harus memastikan kebijakan bantuan keuangan publik, seperti Bantuan Langsung Tunai [Bantuan Langsung Tunai] dan Program Keluarga Harapan [Program Keluarga Harapan], berada pada jalur yang memungkinkan keterjangkauan masyarakat untuk membelanjakan uang.

“Kalau konsumsi swasta bisa dijaga di 50 persen dari PDB, ekonomi akan tetap tumbuh, mungkin tidak sampai 5 persen tapi 4,9 persen. Saya optimistis Indonesia tidak akan terkena dampak serius dari resesi global yang akan datang," katanya.

Hal senada diungkapkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia 2010-2013 dan Gubernur Bank Indonesia periode 2013-2018 Agus Martowardojo mencontohkan perlunya sinkronisasi kebijakan moneter dan fiskal agar perekonomian tahun depan bisa berkembang.

“Situasi seperti ini pernah kita alami pada tahun 2013. Saat itu sebagai Gubernur Bank Indonesia, saya berkoordinasi dengan Pak Chatib yang saat itu menjabat Menteri Keuangan untuk sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan fiskal difokuskan untuk mengejar stabilitas lebih dari pertumbuhan," katanya.

Dia menilai perekonomian Indonesia cukup tangguh dalam menghadapi ancaman resesi global, didukung oleh neraca perdagangan yang positif dalam tujuh kuartal terakhir, cadangan devisa yang besar dan tingkat inflasi yang rendah. Hal itu menunjukkan bahwa fondasi perekonomian Indonesia cukup kuat.

Oleh karena itu, kata Agus, penting bagi pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi guna membendung aliran modal keluar.

Di tempat yang sama, Ekonom Bank Dunia Habib Rab mengatakan inflasi yang tinggi akan menimbulkan kesulitan terbesar bagi ekonomi global tahun depan. Namun, lanjutnya, Bank Dunia menilai tidak semua negara akan terkena imbas parah dari ancaman resesi global yang membayangi.

“Indonesia, Malaysia, dan Vietnam tidak mungkin terkena dampak besar dari resesi global. Inflasi di negara-negara ini kemungkinan akan meningkat tahun ini menjadi delapan persen tetapi pada tahun 2023 mereka akan turun menjadi empat atau lima persen. Yang harus diantisipasi adalah penurunan 1 persen ekonomi negara maju di G7 dan China akan berdampak pada perekonomian negara-negara Asia Tenggara sekitar 0,5-1 persen," katanya.

Habib menyarankan Indonesia dan sejumlah negara berkembang fokus pada tiga hal, yakni pengetatan suku bunga, mengatasi tekanan pasar eksternal, dan menjaga utang agar tidak membengkak.

Dengan demikian, siaran pers ini ditulis untuk dipublikasikan sebagaimana berlaku.

 

 

TAG : resesi , ekonom

Berita Terkait :