Terkait Pembentukan Kementerian Investasi, DPR Nilai Bukan Solusi

Anata Lu’luul Jannah | Senin, 19/04/2021 12:32 WIB
Terkait Pembentukan Kementerian Investasi, DPR Nilai Bukan Solusi Politis Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anis Byarwati menyampaikan pendapat (Doc: dpr.go.id)

RADARBANGSA.COM - Pemerintah memutuskan untuk menyetujui pembentukan Kementerian Investasi dan Penciptaan Lapangan Kerja sebagai kementerian baru melaui Rapat Paripurna dengan Anggota DPR RI.

Terkait hal itu beberapa perwakilan rakyat ini merasa pembentukan Kementerian Investasi bukanlah keputusan yang tepat. Hal ini seperti disampaikan oleh salah satu anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati.

“Pembentukan Kementerian Investasi bukan solusi yang tepat untuk mengatasi persoalan investasi di tanah air,” terang Anis seperti dikutip dari laman resmi dpr.go.id, Senin 19 April 2021. 

Kalaupun direalisasikan, Anis mengatakan bahwa kementerian ini hanya akan menyelesaikan persoalan di bagian hilir investasi saja.

Merujuk pada data bahwa World Economic Forum (WEF) pernah merilis 16 faktor yang menjadi penghalang iklim investasi di Indonesia. WEF menempatkan korupsi dengan skor tertinggi, yaitu sebesar 13,8 sebagai faktor utama penghambat investasi di Indonesia. 

“Dari 16 faktor tersebut, korupsi menjadi kendala utama yang sangat menggangu dan merugikan. Maraknya praktik suap, gratifikasi, dan pelicin yang dilakukan sejumlah oknum, terutama dalam pengurusan perizinan, mengakibatkan sejumlah dampak serius terhadap investor,” papar Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Faktor kedua yang mempengaruhi buruknya jalan investasi di dalam negeri yaitu inefisiensi birokrasi dengan skor 11,1. Dilanjutkan dengan akses ke pembayaran dengan skor 9,2, infrastruktur tidak merata dengan skor 8,8 dan kebijakan tidak stabil dengan skor 8,6 yang melengkapi 5 faktor utama.

Terkait dengan posisi Indonesia di dalam rangking Ease of Doing Business dari Bank Dunia (2020) yang dalam banyak hal merefleksikan efektivitas dan efisiensi dari birokrasi. EDBBD menempatkan Indonesia berada di level 73.

“Level yang menunjukkan posisi relative masih rendah,” ungkapnya. 

Senada dengan itu, laporan Bank Dunia yang berjudul “Global Economic Risk and Implications for Indonesia”, menyatakan Indonesia dinilai berisiko, rumit, dan tak kompetitif. 

Alasan lain yang juga sering kali mengganjal investasi dalam negeri yakni instabilitas pemerintah yang mendapat skor 6,5. Kemudian tarif pajak yang dirating 6,4. Lalu etos kerja buruh mendapat poin 5,8, regulasi pajak 5,2, dan pajak 4,7.

Kelima alasan ini melengkapi 10 besar faktor yang menjadi penghalang perkembangan inflasi di Indonesia.

“Jadi, persoalan investasi di Indonesia begitu kompleks, tidak bisa hanya diselesaikan dengan membuat kementerian dan lembaga baru. Hulu, tengah, serta hilir harus diselesaikan berkesinambungan. Pemerintah harus menghilangkan 10 besar faktor penghambat investasi, atau setidaknya hilangkan 5 faktor utama penghambat investasi,” tutup legislator dapil DKI Jakarta I itu.


Berita Terkait :