Prediksi Lonjakan Pengangguran, Ini 5 Rekomendasi CORE Bagi Pemerintah

Anata Lu’luul Jannah | Selasa, 28/04/2020 13:38 WIB
Prediksi Lonjakan Pengangguran, Ini 5 Rekomendasi CORE Bagi Pemerintah Ilustrasi. Kerumunan Warga Siap Terima Bantuan (Foto: Jabar Ekspres)

JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Lembaga Riset Indonesia, Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia mengingatkan akan potensi lonjakan jumlah pengangguran yang sangat tinggi dalam tahun ini. Pandemi Covid-19 yang saat ini berlangsung telah mengakibatkan peningkatan jumlah pengangguran dalam skala besar, baik di sektor formal maupun informal.

CORE memperkirakan peningkatan jumlah pengangguran terbuka pada triwulan II 2020 terjadi dalam tiga skenario. Potensi tambahan jumlah pengangguran terbuka secara nasional mencapai 4,25 juta orang dengan skenario ringan, 6,68 juta orang dengan skenario sedang, dan bahkan hingga 9,35 juta orang dengan skenario berat. Penambahan jumlah pengangguran terbuka terjadi terutama di pulau Jawa, yaitu mencapai 3,4 juta orang dengan skenario ringan, 5,06 juta orang dengan skenario sedang dan 6,94 juta orang dengan skenario berat.

Berdasarkan dari fakta tersebut, CORE menggarisbawahi setidaknya LIMA hal yang perlu diperhatikan agar kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut memberikan dampak optimal.

Pertama, mempercepat distribusi bantuan sosial dan secara simultan melengkapi data penerima dengan memadukan data pemerintah dan data masyarakat. Idealnya intervensi pemerintah setidaknya harus tepat sasaran, tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat bentuknya. Artinya, intervensi tersebut membutuhkan data yang akurat. Namun dalam kondisi saat ini, pemerintah tidak dapat menunda terlalu lama distribusi bantuan sosial

Kedua, mengintegrasikan data pengangguran dan penerima bantuan sosial yang selama ini dimiliki dari berbagai lembaga pemerintah dan non-pemerintah. Mulai dari Kementerian Sosial, BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, lembaga administrasi pemerintah hingga tingkat desa/kelurahan, hingga lembaga masyarakat khususnya RT dan RW termasuk asosiasi-asosiasi tenaga kerja.

Ketiga, menyesuaikan skema bantuan Kartu Pra-Kerja dengan memprioritaskan pengangguran yang tidak mampu, khususnya yang terkena dampak Covid-19, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Saat ini paket pelatihan senilai satu juta rupiah yang mengalir kepada penyelenggara pelatihan yang satu paket dengan insentif pelatihan dan biaya survei masing-masing Rp600 ribu dan Rp150 ribu, perlu ditinjau ulang pada masa pandemi ini. Alasannya, peningkatan jumlah pengangguran saat ini terjadi akibat turunnya permintaan tenaga kerja karena perlambatan ekonomi (demand shock), dan bukan akibat persoalan kualitas supply tenaga kerja sehingga membutuhkan peningkatan skill.

Keempat, mendorong kepada dunia usaha melalui pemberian insentif agar mereka mengoptimalkan alternatif-alternatif untuk mempertahankan tenaga kerja mereka dibandingkan dengan PHK. Beberapa alternatif tersebut di antaranya pengurangan jam kerja dan hari kerja, pengurangan shift dan lembur, hingga pemotongan gaji, dan penundaan pembayaran tunjangan dan insentif.

Sedang kepada dunia usaha yang bersedia melakukan hal tersebut, pemerintah perlu memberikan insentif yang lebih besar, seperti penurunan tarif listrik untuk bisnis dan industri, penurunan tarif gas industri, pemberian 4 diskon tarif pajak, dan penundaan pembayaran cicilan pajak. Dalam menerapkan solusi ini, pemerintah harus melibatkan pihak pengusaha dan serikat buruh sehingga solusi yang diambil dapat diterima kedua belah pihak.

Kelima, mengoptimalkan bantuan sosial yang berdampak lebih besar terhadap ekonomi masyarakat. Selain memberikan bantuan dalam bentuk barang yang terkena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), idealnya bantuan-bantuan sosial yang diberikan pemerintah di luar PSBB adalah dalam bentuk uang yang penyalurannya lebih efisien dibandingkan dengan barang.

Hal ini karena transfer dalam bentuk uang memberikan pilihan lebih besar kepada penerima sesuai dengan kebutuhan mereka, dan memberikan dampak multiplier yang lebih besar dalam menggerakkan ekonomi masyarakat.


Berita Terkait :