CORE: Empat Resiko Pelebaran Defisit Ini Perlu Diperhatikan Pemerintah

Anata Lu’luul Jannah | Senin, 20/04/2020 14:55 WIB
CORE: Empat Resiko Pelebaran Defisit Ini Perlu Diperhatikan Pemerintah Lembaga Riset Indonesia, CORE (Foto: Jurnal Islam)

JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Pemerintah saat ini tengah mengeluarkan stimulus besar-besaran untuk mempercepat penanggulangan wabah covid-19. Deretan stimulus ini berupa bantuan kepada masyarakat terdampak, meningkatkan ketahanan dunia usaha, sekaligus mempersiapkan pemulihan ekonomi ketika wabah telah usai.

Lembaga Riset Indonesia, Center of Reform on Economics (CORE) mengatakan besaran stimulus yang dikeluarkan juga menyiratkan pelebaran defisit sekaligus juga besarnya kebutuhan pembiayaan yang harus dilakukan pemerintah.

CORE memandang setidaknya ada EMPAT POTENSI RISIKO yang perlu diperhatikan pemerintah akibat rencana pelebaran defisit dan pembiayaanya hingga tahun 2022.

Pertama, risiko dominasi kepemilikan asing pada surat utang pemerintah. Dengan melebarnya defisit anggaran tentunya akan mendorong pemerintah untuk menerbitkan surat utang (SUN) sebagai salah satu sumber pembiayaan defisit yang semakin besar. Sayangnya penerbitan SUN masih sangat bergantung pada investor asing.

“Sekitar 35 sampai 40 persen SUN yang diterbitkan pemerintah dipegang oleh investor asing. Angka ini relatif besar jika dibandingkan dengan negara-negara peer seperti Thailand, Malaysia, ataupun Tiongkok,” ungkap Tim riset Core, Kamis, 9 April 2020.

Kedua, risiko pelemahan nilai tukar. Tingginya kepemilikan asing pada surat utang pemerintah juga meningkatkan risiko sudden capital outflow yang akan mendorong pelemahan nilai tukar.

“Selama Januari sampai dengan akhir Maret rupiah melemah sebesar 17,4 persen. Pelemahan ini salah satunya disebabkan oleh aliran modal keluar yang terjadi di pasar keuangan. Jika dibandingkan dengan negara lain, pelemahan nilai tukar Rupiah merupakan salah satu pelemahan mata uang terdalam di dunia,” tambahnya.

Ketiga, risiko crowding out. Hal ini bisa terjadi karena pelebaran defisit anggaran akan menyerap banyak likuditas dari perbankan. Dampaknya, swasta akan semakin kesulitan mencari sumber pembiayaan dari dalam negeri. Kalaupun mereka mencari sumber pembiayaan dari dalam negeri melalui penerbitan surat utang (obligasi), mereka harus menawarkan surat utang dengan imbal hasil yang lebih tinggi untuk bersaing dengan surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah.

Keempat, risiko peningkatan utang luar negeri swasta. Jika pihak swasta kesulitan mencari sumber pembiayaan dari dalam negeri maka opsi utang luar negeri menjadi pilihan yang lebih menarik, terutama ketika suku bunga di luar negeri cenderung menurun.

“Peningkatan utang luar negeri swasta perlu menjadi perhatian karena 89% utang luar negeri swasta berdenominasi US Dollar dan rentan terhadap fluktuasi nilai tukar. Risiko bertambah bagi swasta yang menjual barang dan jasa yang terkait komoditas,” paparnya.

Potensi pelemahan harga komoditas bisa berdampak terhadap memburuknya cash flow perusahaan dan berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar. Faktanya pertumbuhan utang luar negeri swasta yang bergerak di sektor komoditas lebih tinggi dibandingkan sektor-sektor lain seperti manufkatur ataupun keuangan.


Berita Terkait :