JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Nilai Tukar Rupiah pada penutupan perdagangan kemarin, Kamis 9 April 2020 ditransaksikan pada level Rp15.930 per dolar AS.
Rupiah berhasil menguat sesuai dengan mekanisme pasar yang dinamis, sehingga tidak terlepas dari peran pelaku pasar dan eksportir yang ikut menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Penguatan tersebut tentunya mengurangi kebutuhan Bank Indonesia (BI) untuk melakukan stabilisasi nilai tukar.
BI menilai penguatan nilai tukar Rupiah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, nilai tukar rupiah secara fundamental masih undervalue sehingga akan cenderung menguat. Kedua, keyakinan pasar terhadap langkah-langkah kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah, Bank Indonesia, OJK dan LPS dalam penanganan COVID–19 dan dampaknya, baik dari sisi fiskal, moneter maupun kredit.
Ketiga, kondisi risiko di global berangsur-ansur membaik, meskipun masih relatif tinggi. Salah satu indikatornya yaitu indeks volatilitas pasar keuangan (Volatility Index/VIX)[1] yang membaik. VIX berada pada level 18,8 sebelum adanya pandemi COVID-19 dan saat terjadi kepanikan di pasar keuangan global sekitar minggu kedua-ketiga Maret 2020 VIX berada pada level tertinggi yaitu 82. Namun, dengan langkah-langkah kebijakan dan stimulus fiskal yang dilakukan oleh berbagai negara, VIX berangsur-angsur menurun.
Selain itu, pasar juga melihat tingkat kenaikan kasus COVID-19 berangsur-angsur menurun didukung oleh langkah-langkah berbagai negara untuk menekan penyebaran pandemi COVID-19, termasuk di Indonesia. Penerapan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) yang akan diimplementasikan di DKI Jakarta mulai tanggal 10 April 2020 diprakirakan akan dapat menekan penyebaran pandemi COVID-19.