Menperin: Hilirisasi Perlu untuk Genjot Investasi

Anata Lu’luul Jannah | Senin, 03/02/2020 08:53 WIB
Menperin: Hilirisasi Perlu untuk Genjot Investasi Agus Gumiwang Kartasaamita (Menteri Perindustrian) (Foto: kelanakotacom)

JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Pemerintah optimis terhadap hilirisasi industri karena dinilai dapat menjaga kekuatan perekonomian nasional agar tidak mudah terombang-ambing di tengah fluktuasi harga komoditas.

“Hilirisasi industri ini perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah dari bahan baku di dalam negeri,” ujar Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Minggu, 2 Febuari 2020.

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan sumber daya alam yang dapat diolah sebagai bahan baku industri. Beberapa komoditas yang cukup potensial adalah minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

“Memang CPO merupakan komoditas yang sedang dioptimalkan menjadi kebutuhan domestik, karena kita sedang membangun program B30 dan dalam dua tahun ke depan akan dikembangkan menjadi B100,” papar Menperin.

Pemerintah mengatakan industri pengolahan dalam negeri perlu dipacu karena berperan penting meningkatkan nilai tambah sumber daya alam untuk dibuat sebagai barang setengah jadi hingga produk jadi.

“Makanya, kita harus fokus pada hilirisasi industri, yang tentunya akan membawa lompatan kemajuan bagi ekonomi kita. Selama ini, hilirisasi industri telah memberikan multiplier effect yang luas, baik itu penerimaan negara melalui ekspornya maupun penyerapan tenaga kerja yang bertambah,” ungkapnya.

Namun demikian, hilirisasi ini juga perlu ditopang dengan penggunaan teknologi baru, termasuk penerapan era industri 4.0 untuk menggenjot produktivitasnya secara lebih efisien.

“Saya senang dan bangga. Kita semua punya pandangan sama mengenai pentingnya inovasi. Pandangan hilirisasi harus didorong di Indonesia. Ini menjadi program utama,” tuturnya.

Saat ini, hilirisasi industri telah berjalan di berbagai sektor, antara lain pertambangan dan perkebunan. Contohnya di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah, yang sudah berhasil melakukan hilirisasi terhadap nickel ore menjadi stainless steel.

Sementara itu, melalui Kawasan Industri Morowali, sudah mampu menembus nilai ekspornya sebesar USD4 miliar, baik itu pengapalan produk hot rolled coil maupun cold rolled coil ke Amerika Serikat dan China.

Kontribusi Kawasan Industri Morowali, juga diperlihatkan dari capaian investasi yang terus menunjukkan peningkatan, dari tahun 2017 sebesar USD3,4 miliar menjadi USD5 miliar sepanjang tahun 2018. Jumlah penyerapan tenaga kerjanya pun terbilang sangat besar hingga 30 ribu orang.


Berita Terkait :